Penulis : James Dashner
55
Thomas terus berlari bersama para Glader di sepanjang lorong
berlantai batu menuju Tebing. Dia sudah mulai terbiasa berlari di dalam Maze, tetapi kali ini sungguh berbeda.
Suara-suara kaki berlari memantul di tembok-tembok dan sinar merah dari para
Serangga-mesin berkelebat tampat lebih menakutkan di hamparan tanaman ivy—para Kreator jelas sedang mengawasi,
mendengarkan. Bisa dipastikan akan ada pertempuran, entah bagaimana bentuknya.
Kau takut? Tanya
Teresa kepadanya saat mereka berlari.
Tidak, aku suka sekali
makhluk yang terbuat dari bahan berlemak dan baja. Tak sabar lagi untuk bertemu
mereka. Dia tak bisa merasakan kegembiraan ataupun kelucuan dan tak tahu
apakah dia masih memiliki kesempatan untuk merasakannya.
Lucu sekali, sahut
Teresa.
Gadis itu ada di sebelahnya, tetapi pandangan Thomas terpaku
ke depan. Kita akan baik-baik saja.
Tetaplah berada di dekatku dan Minho.
Ah, Kesatria-ku yang
Berbaju Baja Berkilau. Memangnya kau pikir aku tak bisa menjaga diriku sendiri?
Sebenarnya, Thomas berpikir sebaliknya—Teresa tampak
setangguh anak-anak yang lain. Tidak, aku
hanya mencoba berbaik hati.
Kelompok itu berlari memenuhi lebar lorong, berderap dengan
cepat—Thomas tak tahu berapa lama lagi hingga anak-anak bukan-Pelari bisa
bertahan. Seolah menjawab prmikiran itu, Newt mundur, akhirnya menepuk pundak
Minho. “Kau yang memimpin sekarang,” Thomas mendengar ucapannya.
Minho mengangguk dan berlari ke bagian depan, memimpin para
Glader melewati beberapa tikungan. Setiap langkah kian menyengsarakan Thomas.
Keberanian yang telah dikumpulkannya berubah menjadi ketakutan, dan dia
bertanya-tanya saat para Griever akan memulai perburuan. Saat pertempuran akan
dimulai.
Dan, saat dia memikirkannya sambil terus berlari, para
Glader yang tak terbiasa berlari sejauh ini mulai terengah-engah. Namun, tak
seorang pun mundur. Mereka terus berlari, tanpa tanda-tanda keberadaan Griever.
Dan, seiring berjalannya waktu, Thomas membiarkan sepercik harapan tumbuh dalam
dirinya—mungkin mereka akan berhasil melakukannya sebelum diserang. Mungkin.
Akhirnya, setelah satu jam terlama dalam hidup Thomas,
mereka sampai di lorong panjang yang menuju belokan terakhir sebelum
Tebing—gang pendek yang bercabang ke kanan seperti tangkai hurup T.
Thomas, dengan jantung berdebar-debar, keringat membanjiri
kulitnya, telah berada tepat di belakang Minho, Teresa di sampingnya. Minho
mengurangi kecepatan di tikungan itu, kemudian berhenti, mengangkat tangannya
untuk memberi tahu Thomas dan yang lain melakukan hal yang sama. Kemudian, dia
membalikkan badan, kengerian tampak di wajahnya.
“Kalian dengar itu?” bisiknya.
Thomas menggelengkan kepala, mencoba mengusir rasa takut
yang ditimbulkan ekspresi wajah Minho.
Minho mengendap-endap maju dan mengintip dari balik sudut
tembok batu, melongokkan kepala ke arah Tebing. Thomas pernah melihatnya
melakukan hal itu, saat mereka mengikuti satu Griever di tempat yang sama.
Persis seperti saat itu, Minho terlonjak mundur dan berbalik memandangnya.
“Oh, tidak,” pengawas itu mengerang. “Oh, tidak.”
Kemudian, Thomas mendengarnya. Suara-suara Griever.
Seolah-olah mereka sejak tadi bersembunyi, menunggu, dan kini menampakkan diri.
Dia bahkan tak perlu melihatnya—dia tahu kata-kata Minho selanjutnya sebelum
anak itu mengucapkannya.
“Paling sedikit ada selusin Griever. Mungkin lima belas.”
Dia mengusap matanya dengan buku-buku jarinya. “Mereka sudah menunggu kita!”
Thomas menggigil karena rasa takut yang meningkat. Dia
menoleh kepada Teresa, hendak mengatakan sesuatu, tetapi terdiam ketika melihat
wajahnya yang pucat pasi—dia belum pernah melihat kengerian yang demikian hebat
seperti ini.
Newt dan Alby telah keluar dari kerumunan Glader untuk bergabung
dengan Thomas dan yang lain. Rupanya pemberitahuan Minho telah menyebar ke
semua Glader, karena hal pertama yang dikatakan Newt adalah, “Ya, kita sudah
tahu bahwa akhirnya akan bertempur.” Namun, suaranya bergetar—dia hanya
berusaha mengatakan hal yang sebenarnya.
Thomas juga merasakannya. Semua ini mudah untuk
dikatakan—pertempuran-tanpa-beban, harapan bahwa hanya ada satu anak yang akan
diambil, kemungkinan untuk dapat meloloskan diri pada akhirnya. Namun, sekarang
semua sampai di sini, secara harfiah berada di tikungan. Keraguan demi keraguan
menjalari pikiran dan hati Thomas. Dia bertanya-tanya mengapa para Griever itu
hanya menunggu di sana—semua Serangga-mesin jelas telah memberi tahu mereka
bahwa para Glader akan datang. Apakah para Kreator menikmati semua ini?
Sebuah pemikiran terlintas di benaknya. “Mungkin mereka tadi
sudah mengambil seorang anak di Glade. Mungkin kita bisa melewati mereka—apa
lagi alasan mereka hanya dia di sana—”
Suara nyaring dari belakang memotong ucapannya—dia berbalik
dan melihat lebih banyak Griever berjalan menyusuri lorong menuju mereka,
paku-pakunya mencuat, tangan-tangan besinya menggapai-gapai, datang dari arah
Glade. Thomas baru saja hendak mengatakan sesuatu ketika dia mendengar dari
ujung lain lorong panjang itu—dia melihat lebih banyak Griever.
Musuh berada di semua sisi, mengepung total mereka.
Para Glader segera bergerak ke arah Thomas, membentuk
kerumunan yang rapat, mendesaknya hingga bergeser ke bagian terbuka pertemuan
antara gang menuju Tebing dengan lorong panjang. Dia melihat sekumpulan Griever
di antara mereka dan Tebing, paku-pakunya muncul, kulit mereka yang basah
berdenyut-denyut. Menunggu, mengawasi. Dua kelompok Griever yang lain telah
mendekat dan berhenti kurang dari lima meter dari kerumunan Glader, juga
menunggu, mengawasi.
Thomas perlahan berputar, menahan rasa takut saat
melihatnya. Mereka terkepung. Kini tak ada pilihan lagi bagi mereka—tak ada
jalan keluar. Bagian belakang matanya berdenyut nyeri.
Kerumunan Glader semakin merapat di sekelilingnya, semua
anak menatap ke arah luar kerumunan, berdempetan di bagian tengah persimpangan
yang berbentuk hurup T. Thomas
terimpit di antara Newt dan Teresa—dia dapat merasakan Newt gemetar. Tak
seorang pun mengeluarkan suara. Satu-satunya bunyi adalah erangan mengerikan
dan bunyi mesin berdesing dari para Griever, menunggu di sana seolah menikmati
jebakan kecil yang mereka buat untuk para manusia. Tubuh menjijikkan mereka
bergelombang dengan bunyi napas dari desisan mesin.
Apa yang mereka lakukan?
Thomas bertanya kepada Teresa. Apa
lagi yang mereka tunggu?
Gadis itu tak menjawab dan hal itu kian mencemaskan Thomas.
Dia meraih tangan Teresa dan meremasnya. Para Glader di sekelilingnya berdiri
membisu, mencengkeram senjata mereka yang tak sebanding.
Thomas menoleh kepada Newt. “Kau punya ide?”
“Tidak,” jawabnya, suaranya hanya sedikit terdengar gemetar.
“Aku tak mengerti apa yang sedang mereka tunggu.”
“Seharusnya kita tidak ke sini,” kata Alby. Sebelumnya, dia
tak berbicara sepatah kata pun, suaranya terdengar ganjil, terutama karena gema
yang ditimbulkan oleh tembok-tembok Maze.
Thomas sedang tidak ingin mengeluh—mereka harus melakukan
sesuatu. “Ya, keadaan tak akan lebih baik jika kita tetap berada di Wisma. Aku
benci mengatakannya, tapi jika salah seorang dari kita mati, itu lebih baik
daripada kita semua yang mati.” Dia kini sungguh-sungguh berharap persoalan
satu-anak-per-malam itu memang benar. Melihat semua Griever sedekat ini
menyentakkan kesadarannya—sanggupkah mereka melawan semua makhluk itu?
Selang beberapa waktu Alby membuka mulut. “Mungkin aku harus
....” Suaranya mengecil dan dia mulai melangkah maju—ke arah Tebing—dengan
lambat, seolah di luar kesadarannya. Thomas mengawasi dengan ternganga—dia tak
dapat memercayai penglihatannya.
“Alby?” panggil Newt. “Kembali ke sini!”
Alih-alih menjawab, Alby berlari—dia langsung menuju
kumpulan Griever yang berada di antara dirinya dan Tebing.
“Alby!” teriak Newt.
Thomas baru saja hendak mengatakan sesuatu, tetapi Alby
sudah sampai ke kumpulan monster itu dan melompat ke atas salah satunya. Newt
memelesat dari sisi Thomas dan menghambur ke arah Alby—tetapi lima atau enam
Griever telah bangkin dan menyerang anak itu hingga senjata besi dan kulitnya
tampak berkelebat. Thomas mengulurkan tangan dan menyambar lengan newt sebelum
anak itu maju lebih jauh, kemudian menariknya mundur.
“Lepaskan!” teriak Newt, berusaha membebaskan diri.
“Kau gila, ya?!” bentak Thomas. “Tidak ada yang bisa kau
lakukan!”
Dua Griever lagi keluar dari kerumunan dan mengerumuni Alby,
tumpang-tindih satu sama lain, bergemeretak dan mengibas-ngibaskan tangan
kepada anak laki-laki itu, seolah mereka menggosok-gosoknya, menunjukkan
kekejaman mereka. Entah mengapa, dan sulit dipercaya, Alby tidak menjerit.
Thomas kehilangan sosoknya saat dia berusaha menahan Newt, merasa bersyukur
karena teralih perhatiannya. Newt akhirnya menyerah, ambruk ke belakang merasa
kalah.
Alby akan terlempat ke
sana kemari, pikir Thomas, berjuang
menahan isi lambungnya yang hendak keluar. Pemimpin mereka itu selama ini
sangat takut untuk kembali pada entah apa yang telah dia lihat, tetapi kini dia
justru memilih untuk mengorbankan dirinya. Dia telah pergi. Benar-benar pergi.
Thomas membantu Newt berdiri, Glader satu itu tidak bisa
melepaskan pandangannya dari tempat temannya tadi menghilang.
“Aku tak percaya ini,” bisik Newt. “Aku tak percaya dia
melakukan itu.”
Thomas mengelengkan kepala, tak sanggup menjawab. Melihat
Alby berlari seperti itu ... rasa sakit yang belum pernah dirasakannya
menjalari tubuhnya—rasa nyeri, yang menyesakkan; rasanya lebih buruk daripada
luka fisik. Dan, dia bahkan tidak tahu apakah itu ada hubungannya dengan
Alby—dia tak pernah menyukai anak itu. Namun, pikiran bahwa hal yang baru saja
dia saksikan bisa saja terjadi kepada Chuck—atau Teresa ....
Minho mendekati Thomas dan Newt, meremas pundahk Newt. “Kita
tidak boleh menyia-nyiakan perbuatannya.” Dia menoleh kepada Thomas. “Kami akan
melawan mereka jika perlu, membuka jalan ke Tebing untukmu dan Teresa. Masuklah
ke Lubang dan selesaikan tugas kalian—kami akan menahan mereka sampai kau
berteriak memanggil kami untuk menyusul.”
Thomas memandangi ketiga posisi kelompok Griever satu per
satu—belum ada yang bergerak ke arah Glader—dan mengangguk. “Mudah-mudahan mereka
akan diam selama beberapa waktu. Kita mungkin hanya membutuhkan sekitar satu
menit untuk memasukkan kodenya.”
“Bagaimana mungkin kalian semua tega?” desis Newt, nada
jijik dalam suaranya mengejutkan Thomas.
“Apa yang kau inginkan, Newt?” tanya Minho. “Apakah kita
perlu berganti pakaian dan mengadakan acara pemakaman?”
Newt tak menjawab, masih memandang tempat para Griever
sepertinya memangsai Alby di bawah
mereka. Thomas tak bisa menahan diri melirik ke sana—dia melihat warna merah
samar-samar di permukaan tubuh salah satu makhluk itu. Lambungnya bergolak dan
dengan cepat anak itu mengalihkan pandangan.
Minho meneruskan. “Alby tak ingin kembali ke kehidupannya
yang dulu. Dia mengorbankan dirinya
untuk kita—dan makhluk-makhluk itu tidak menyerang, jadi mungkin ini berhasil. Kita akan disebut tega jika
menyia-nyiakannya.”
Newt hanya mengangkat bahu, memejamkan mata.
Minho berpaling dan memandang kerumunan Glader. “Dengar!
Prioritas utama adalah melindungi Thomas dan Teresa. Memberi jalan untuk mereka
menuju Tebing dan Lubang sehingga—”
Suara putaran mesin para Griever yang menyala memotong
perkataannya. Thomas menoleh dengan ngeri. Makhluk-makhluk di kedua sisi lorong
tampaknya kembali mengenali mereka. Paku-paku keluar-masuk dari kulit yang
basah; tubuh mereka bergetar dan berdenyut. Kemudian, dengan serentak,
monster-monster itu bergerak maju, perlahan-lahan, beragam alat yang terlipat
membuka, terarah kepada Thomas dan Glader lainnya, siap untuk membunuh.
Merapatkan perangkat mereka seperti simpul, para Griever itu dengan mantap
mendekati mereka.
Pengorbanan Alby sia-sia secara mengenaskan.[]
No comments:
Post a Comment