The Maze Runner (The Maze Runner #1) (43)

Penulis: James Dashner

43

PERASAAN Thomas bercampur aduk; lega karena teorinya berhasil, terkejut, bergairah, penasaran hendak ke mana arah petunjuk ini.

“Wow,” kata Minho, menyimpulkan semua perasaan Thomas dalam satu kata.

“Bisa jadi hanya kebetulan,” kata Teresa. “Buat lagi selanjutnya, cepat.”

Thomas melakukannya, menggabungkan kedelapan lembar halaman dari masing-masing hari, berurutan dari Sektor Satu hingga Sektor Delapan. Setiap kali, tulisan huruf yang jelas terbentuk di bagian tengah garis-garis yang saling silang dengan rapat. Setelah  huruf A adalah huruf P, kemudian U, lalu N, dan G. Kemudian T ... A ... N.

“Lihat,” ujar Thomas, menunjuk barisan tumpukan kertas yang telah mereka susun, terlihat bingung, tetapi gembira karena huruf-huruf itu sangat jelas. “Huruf-huruf ini membentuk kata APUNG dan dilanjutkan TAN.”

“APUNG TAN?” kata Newt. “Bagiku itu tak terdengar sebagai sebuah kode penyelamat.”

“Kita harus meneruskannya,” ujar Thomas.

Beberapa kombinasi berikutnya membuat mereka menemukan bahwa kata kedua sesungguhnya adalah TANGKAP. APUNG dan TANGKAP.

“Jelas bukan sebuah kebetulan,” komentar Minho.

“Jelas bukan,” Thomas setuju. Dia tak sabar lagi ingin melihat lebih banyak.

Teresa memberi isyarat ke ruang penyimpanan. “Kita harus mencari semuanya—dari semua kotak di sana.”

“Ya,” Thomas mengangguk. “Ayo kita cari.”

“Kami tak bisa membantu,” sela Minho.

Ketiga anak yang lain memandangnya. Minho membalas pandangan mereka. “Setidaknya aku dan Thomas tak bisa ada di sini. Kami harus mengajak para Pelari keluar ke Maze.”

“Apa?” seru Thomas. “Ini jauh lebih penting!”

“Mungkin,” Minho menyahut tenang, “tapi kita tak boleh kehilangan sehari pun pergi ke luar. Tidak untuk saat ini.”

Thomas merasa sangat kecewa. Berlari di dalam Maze terdengar sangat membuang waktu dibandingkan memecahkan kode. “Kenapa, Minho? Kau bilang bahwa pada dasarnya polanya berulang setiap bulan—satu hari lagi tidak akan berpengaruh.”

Minho menggebrak meja. “Itu omong kosong, Thomas! Masuk ke dalam Maze mungkin adalah hal terpenting. Mungkin ada yang berubah, atau terbuka. Kenyataannya, dengan tembok-tembok yang tak menutup lagi, kurasa kita harus mencoba idemu—bertahan di sana semalaman dan menyelidiki lebih dalam.”

Hal itu mengganggu Thomas—selama ini dia selalu ingin melakukan hal itu. Dengan bimbang dia bertanya, “Tapi bagaimana dengan kode ini? Bagaimana dengan—”

“Tommy,” sela Newt dengan suara menenangkan. “Minho benar. Kalian pergi saja dan berlari. Aku akan mengumpulkan beberapa Glader yang bisa kita percaya dan menyelesaikan ini semua.” Sikap pemimpin Newt tampaknya mulai muncul daripada sebelumnya.

“Aku juga,” Teresa setuju. “Aku akan tetap tinggal dan menolong Newt.”

Thomas memandangnya. “Kau yakin?” Anak laki-laki itu sebenarnya ingin memecahkan kode itu sendiri, tetapi akhirnya dia mengakui bahwa Minho dan Newt benar.

Teresa tersenyum dan melipat tangannya. “Jika kau ingin menguraikan kode tersembunyi dari kumpulan rumit maze-maze berbedam aku yakin kau perlu otak seorang gadis melakukan semua ini.” Gadis itu menyeringai.

“Baiklah kalau menurutmu begitu.” Thomas juga melipat kedua tangannya sendiri, memandang gadis itu sambil tersenyum, mendadak tak ingin pergi.

“Bagus.” Minho mengangguk dan berbalik bersiap pergi. “Semuanya beres dan sudah diatur. Ayo berangkat.” Dia mulai beranjak ke pintu, tetapi berhenti ketika menyadari Thomas tidak mengikutinya.

“Jangan khawatir, Tommy,” kata Newt. “Pacarmu akan baik-baik saja.”

Thomas merasa pikirannya bercampur aduk saat itu. Rasa penasaran ingin mempelajari kode itu, rasa malu tentang anggapan Newt tentang dirinya dan Teresa, rasa ingin tahu tentang apa yang mungkin akan mereka temukan di dalam Maze—dan rasa takut.

Akan tetapi, dia menyingkirkan semua perasaan itu. Bahkan, tanpa mengucapkan selamat tinggal, anak itu akhirnya mengikuti Minho dan mereka menaiki tangga.









Thomas membantu Minho mengumpulkan para Pelari untuk menyampaikan kabar itu dan mengatur mereka untuk perjalan besar nanti. Anak itu terkesan melihat semua orang dengan segera setuju bahwa inilah saatnya menyelidiki Maze lebih dalam dan berada di dalamnya semalaman. Meskipun dia merasa gugup dan takut, Thomas berkata kepada Minho bahwa dia mampu mengatasi satu Sektor sendirian, tetapi Pengawas itu menolaknya. Mereka sudah mempunyai delapan Pelari berpengalaman untuk melakukannya. Thomas direncanakan akan bersama Minho—yang membuat Thomas merasa sangat lega hingga dia hampir malu kepada dirinya sendiri.

Dia dan Minho mengepak ransel mereka dengan tambahan beberapa perbekalan seperti biasa; tidak ada yang thau berapa lama mereka akan berada di luar sana. Selain rasa takut, Thomas juga tak bisa menutupi semangatnya—mungkin inilah hari mereka akan menemukan pintu keluar.

Dia dan Minho sedang meregangkan kaki-kaki mereka di samping Pintu Baeat ketika Chuck menghampiri untuk mengucapkan selamat tinggal.

“Sebenarnya, aku ingin pergi denganmu,” kata anak itu dengan nada yang dibuat terlalu ceria, “tapi aku tidak ingin mati mengenaskan.”

Thomas tertawa, bahkan dirinya sendiri terkejut. “Trims untuk kata-kata penyemangatnya.”

“Berhati-hatilah,” kata Chuck, nada suaranya menjadi bersungguh-sungguh. “Aku sangat ingin bisa menolong kalian, Teman-Teman.”

Thomas merasa tersentuh—dia tahu bahwa jika memang memungkinkan, Chuck akan bersedia pergi bila diminta. “Trims, Chuck. Kami pasti berhati-hati.”

Minho mendengus. “Hati-hati tidaklah cukup. Sekarang adalah soal menang atau kalah, Bocah.”

“Sebaiknya, kita berangkat sekarang,” kata Thomas. Sekawanan kupu-kupu seperti berkerumun di perutnya, dan dia hanya ingin segera bergerak, agar tak memikirkannya. Lagi pula, keluar ke Maze tak lebih buruk dibandingkan tetap tinggal di dalam Glade dengan Pintu-Pintu yang terbuka.  Meskipun demikian pikiran itu tak membuatnya merasa lebih baik.

“Ya,” sahut Minho datar. “Ayo berangkat.”

“Ya,” kata Chuck, menunduk menatap kedua kakinya sebelum mendongak kembali memandang Thomas. “Semoga sukses. Kalau pacarmu nanti kesepian, aku bisa menghiburnya.”

Thomas memutar bola matanya. “Gadis itu bukan pacarku, Bodoh.”

“Wow,” ujar Chuck. “Kau sudah menggunakan kata-kata kotornya Alby.” Anak itu tampak jelas berusaha berpura-pura tidak ketakutan dengan semua kejadian ini, tetapi kedua matanya menunjukkan sebaliknya. “Aku sungguh-sungguh, semoga berhasil.”

Trims, itu sangat berarti,” jawab Minho juga dengan memutar bola matanya. “Sampai ketemu lagi, Bocah.”

“Ya, sampai ketemu lagi,” gumam Chuck, kemudian berbalik hendak pergi.

Thomas merasakan kesedihan yang tiba-tiba—ada kemungkinan dia tak akan lagi melihat Chuck atau Teresa atau anak-anak lain. Mendadak sebuah dorongan mendesak dalam dirinya. “Jangan lupa janjiku!” teriaknya. “Aku akan membawamu pulang!”

Chuck berpaling dan mengacungkan ibu jarinya; kedua matanya bercucuran air mata.


Thomas mengacungkan kedua ibu jarinya; kemudian dia dan Minho mencangklong ransel mereka dan memasuki Maze.[]

No comments:

Post a Comment