The Maze Runner (The Maze Runner #1) (41)

Penulis : James Dashner

41


“AKU akan segera kembali,” kata Thomas, berbalik hendak pergi. Perutnya terasa mual. “Aku harus menemukan Newt, memeriksa apakah ada Peta-Peta yang selamat.”

“Tunggu!” teriak Teresa. “Keluarkan aku dari sini!”

Akan tetapi, taka ada waktu lagi, dan Thomas merasa tak enak karenanya. “Aku tak bisa—aku akan kembali, aku janji.” Dia berbalik sebelum gadis itu dapat membantah dan berlari sekencang mungkin ke Ruang Peta yang diselimuti gumpalan asap hitam. Dirinya merasa tertusuk-tusuk nyeri. Jika Teresa benar, saat mereka telah begitu dekat untuk menemukan petunjuk agar dapat keluar dari sini, hanya untuk menyaksikan petunjuk itu musnah terbakar … sungguh membuat kekecewaan yang menyakitkan.

Hal pertama yang Thomas lihat ketika tiba di sana adalah sekelompok Glader yang berkerumun tepat di luar pintu baja besar, yang masih terbuka sedikit, tetapi daun pintunya hangus karena jelaga. Namun, saat anak itu semakin dekat, dia menyadari mereka sedang mengerubungi sesuatu di tanah, semua anak menunduk memandangnya. Dia melihat Newt, berlutut di tengah-tengah, mengamati sesosok tubuh.

Minho berdiri di belakangnya, tampak bingung dan dekil, serta langsung menandai Thomas. “Ke mana kau pergi?” tanyanya.

“Bicara dengan Teresa—apa yang telah terjadi?” Dia bersiap-siap dengan cemas menunggu kabar-kabar buruk lainnya.

Kening Minho berkerut marah. “Ruang Peta kita telah sengaja dibakar dan kau pergi menemui pacarmu untuk mengobrol? Ada apa, sih, dengamu?”

Thomas tahu kemarahan itu seharusnya membuatnya kesal, tetapi pikirannya terlalu sibuk bekerja saat ini. “Kurasa itu tak masalah lagi—jika kau belum memecahkan Peta-Peta itu sekarang juga …”

Minho tampak muak, cahaya temaram dank abut asap membuat wajahnya kian terlihat sinis. “Ya, ini saat yang tepat untuk menyerah. Apa yang—”

“Aku minta maaf—ceritakan kepadaku apa yang terjadi.” Thomas menjengukkan kepala dari balik pundak seorang anak laki-laki kurus yang berdiri di depannya untuk melihat sosok di atas tanah.

Dia adalah Alby, terbaring telentang, sebentuk luka besar menganga di keningnya. Darah mengalir turun di kedua sisi kepalanya, sebagian masuk ke mata, mengeras di sana. Newt sedang membersihkannya menggunakan lap basah, dengan hati-hati sekali, menanyakan beberapa hal dengan berbisik yang nyaris tak terdengar. Thomas, yang cemas dengan keadaan Alby meskipun sikapnya belum lama tadi menjengkelkan, menoleh ke Minho dan mengulang pertanyaannya.

“Winston menemukannya di luar sini, nyaris mati. Ruang Peta terbakar. Beberapa Glader masuk dan mencoba menyelamatkan semuanya, tapi terlambat. Semua peti sudah terbakar menjadi serpihan. Awalnya aku mencurigai Alby, tapi siapa pun yang melakukannya telah menghantamkan kepalanya ke meja—kau bisa melihat bekasnya. Menjijikan.”

“Menurutmu, siapa yang melakukannya?” Thomas ragu-ragu memberi tahu anak itu mengenai teori yang ditemukannya dan Teresa. Tanpa adanya Peta-Peta, pendapat itu akan mudah dipatahkan.

“Mungkin Gally sebelum dia muncul di Wisma dan menjadi gila? Mungkin Griever-Griever itu? Aku tak tahu, dan aku tak peduli. Bukan masalah.”

Thomas terkejut melihat perubahan sikap yang tiba-tiba itu. “Sekarang siapa yang menyerah?”

Minho mendongak dengan cepat, membuat Thomas mundur selangkah. Sekilas tampak kemarahan di sana, tetapi segera berubah menjadi ekspresi ganjil terkejut dan bingung. “Aku tak bermaksud begitu, Bocah.”

Thomas menyipitkan mata ingin tahu. “Apa yang—”

“Tutup mulut dulu sekarang.” Minho meletakkan jarinya ke bibirnya, matanya jelalatan untuk melihat apakah ada yang sedang memandangnya saat itu. “Tutup mulut. Kau akan tahu tak lama lagi.”

Thomas menarik napas dalam-dalam dan berpikir. Jika dia berharap anak-anak lain untuk jujur, dia seharusnya juga berkata jujur. Dia memutuskan sebaiknya membagi informasi mengenai kemungkinan adanya kode Maze, dengan atau tanpa Peta. “Minho, aku ingin memberi tahu sesuatu kepadamu dan Newt. Dan, kita harus membebaskan Teresa—dia mungkin kelaparan dan kita bisa memanfaatkan bantuan darinya.”

“Gadis bodoh itu adalah hal terakhir yang kucemaskan.”

Thomas mengabaikan celaan itu. “Beri aku waktu lima menit—kami mempunyai sebuah gagasan. Mungkin ini berguna jika para Pelari masih mengingat Peta mereka masing-masing.”

Hal ini tampaknya berhasil menarik perhatian penuh Minho—tetapi tatapannya masih aneh, seolah Thomas kehilangan sesuatu yang sangat jelas. “Sebuah ide? Apa?”

“Ikut aku ke Tahanan. Kau dan Newt.”

Minho berpikir sesaat. “Newt!” panggilnya.

“Ya?” Newt berdiri, membuka lipatan lapnya yang berlumuran darah untuk mencari bagian yang masih bersih. Thomas hampir yakin setiap bagian lap itu telah berwarna merah.

Minho menunjuk ke Alby yang tergeletak. “Biarkan Anak-Anak-medis mengurusnya. Kita perlu bicara.”

Newt memandangnya penuh tanya, kemudian menyerahkan lapnya kepada Glader yang berdiri paling dekat. “Cari Clint—katakan kepadanya kita punya masalah yang lebih buruk daripada anak-anak yang terluka.” Ketika anak itu berlari pergi sesuai perintah, Newt berjalan meninggalkan Alby. “Bicara tentang apa?”

Minho mengangguk kepada Thomas, tetapi tak mengatakan apa pun.

“Ikut saja denganku,” kata Thomas. Kemudian, dia berbalik dan melangkah munuju Tahanan tanpa menunggu jawaban.


“Bebaskan dia.” Thomas berdiri di sebelah pintu sel, kedua lengannya terlipat. “Bebaskan dia, dan kemudian kita akan bicara. Percayalah kepadaku—kalian ingin mendengarnya.”

Tubuh Newt berlumuran jelaga dan debu, rambutnya lengket oleh keringat. Dia jelas tidak sedang dalam kondisi perasaan yang baik. “Tommy, ini—”

Kumohon. Buka pintu ini—bebaskan dia. Tolonglah.” Dia tidak akan menyerah kali ini.

Minho berdiri di depan pintu dengan berkacak pinggang. “Bagaimana kita bisa memercayai gadis itu?” tanyanya. “Tak lama setelah kau sadar, seluruh tempat ini hancur berantakan. Dia bahkan mengaku telah menjadi pembuka sesuatu.”

“Minho benar.” Ujar Newt.

Thomas memberi isyarat melalui pintu kepada Teresa.  “Kita bisa memercayai dia. Setiap kali aku berbicara dengannya, kami selalu mencari cara untuk keluar dari sini. Dia dikirim ke tempat ini sama seperti kalian—bodoh jika  berpikir dia bertanggung jawab atas semua ini.”

Newt menggerutu. “Lalu, apa maksud gadis itu mengatakan bahwa dia telah membuka sesuatu?”

Thomas mengangkat bahu, menolak mengakui kalau Newt benar. Pasti ada penjelasan mengenai hal itu. “Siapa yang tahu—pikirannya kacau ketika tersadar. Mungkin kita semua melewati hal itu di dalam Kotak, menceracau sebelum kita benar-benar bangun. Sekarang tolong bebaskan dia.”

Newt dan Minho saling bertukar pandang lama.

“Ayolah,” desak Thomas. “Memangnya apa yang bisa dilakukannya, berdiri mengelilingi tempat ini dan menikam setiap Glader sampai mati? Ayolah.”

Minho mendesak. “Ya sudah. Bebaskan gadis bodoh itu.”

“Aku tidak bodoh!” teriak Teresa, suaranya teredam oleh dinding-dinding sel. “Dan, aku bisa mendengar setiap kata yang kalian ucapkan, Dungu!”

Mata Newt melebar. “Gadis pilihanmu sungguh menyenangkan, Tommy.”

“Cepatlah,” ujar Thomas. “Banyak yang harus kita lakukan sebelum para Griever itu kembali malam ini—jika mereka tak datang sepanjang hari nanti.”

Newt menggerutu dan mendekati Tahanan, sambil mengeluarkan rangkaian kuncinya. Setelah beberapa putaran kunci pintu itu mengayun terbuka. “Ayo.”

Teresa keluar dari bangunan kecil itu, menatap Newt dengan tajam saat dia melewatinya. Gadis itu juga melempar pandangan dinginnya kepada Minho, kemudian berhenti melangkah dan berdiri di sebelah kanan Thomas. Lengan gadis itu menyentuh tangan Thomas, membuat anak laki-laki itu meremang, dan merasa sangat malu.

“Baik, sekarang bicaralah,” kata Minho. “Ada hal penting apa?”

Thomas memandang Teresa, bingung bagaimana harus memulainya.

“Apa?” kata anak perempuan itu. “Kau saja yang bicara—jelas mereka menganggapku seorang pembunuh berantai.”

“Ya, kau kelihatan sangat berbahaya,” gumam Thomas, tetapi kemudian dia mengalihkan perhatiannya kepada Newt dan Minho. “Oke, ketika Teresa kali pertama sadar dari tidurnya yang lama, dia mendapatkan ingatan-ingatan berkelebat dalam pikirannya. Dia, eng”—Thomas hampir saja mengatakan bahwa gadis itu memberitahunya melalui dalam kepalanya—“dia mengatakan kepadaku setelahnya bahwa dia ingat kalau Maze itu adalah sebuah kode. Bahwa alih-alih dipecahkan untuk mencari jalan keluar dari sana. Maze itu justru mencoba mengirimkan sebuah pesan kepada kita.”

“Sebuah kode?” tanya Minho. “Kode macam apa?”

Thomas menggelengkan kepala, berharap dia mampu menjawabnya. “Aku tidak yakin—kau yang lebih mengenal Peta-Peta itu daripada aku. Tapi, aku punya sebuah teori. Itu sebabnya aku berharap kalian dapat mengingat sebagian dari peta-peta itu.”

Minho menoleh kepada Newt, kedua alisnya terangkat meminta pertimbangan. Newt mengangguk.

“Ada apa?” tanya Thomas, kesal karena mereka tidak memberitahunya. “Kalian bertingkah seperti menyimpan rahasia.”

Minho mengusap pelipisnya, menarik napas dalam-dalam. “Kami menyembunyikan Peta-Peta itu, Thomas.”

Awalnya dia tak paham. “Eh?”

Minho menunjuk ke arah Wisma. “Kami menyembunyikan Peta-Peta itu di ruang persenjataan, dan menaruh yang palsu di tempat aslinya. Karena Alby yang mengingatkan. Dan, karena kata Bagian Akhir yang dilontarkan pacarmu itu.”

Thomas merasa sangat bersemangat mendengar kabar ini hingga sesaat dia melupakan segala kekacauan yang telah terjadi. Dia teringat Minho bersikap mencurigakan kemarin, mengatakan dia memiliki tugas khusus. Thomas memandanga Newt, yang mengangguk.

“Semua Peta dalam keadaan aman dan baik-baik saja,” ujar Minho. “Setiap lembarnya. Jadi, kalau kau punya sebuah teori, cepat katakan.”

“Bawa aku ke Peta-Peta itu,” kata Thomas, tak sabar lagi ingin melihatnya.

“Oke, ayo ke sana.”[]

No comments:

Post a Comment