The Maze Runner (The Maze Runner #1) (37)

Penulis : James Dashner

37


THOMAS tak sanggup berbicara. Segalanya kini sudah berbeda. Matahari lenyap, tak ada perbekalan, tidak ada perlindungan dari para Griever. Teresa benar sejak kali pertama—segalanya telah berubah. Thomas merasa seolah napasnya menjadi berat, tersumbat di tenggorokannya.

Alby menuding gadis itu. “Aku ingin dia ditahan. Sekarang. Billy! Jackson! Masukkan dia ke Tahanan, dan abaikan semua ocehan yang keluar dari mulutnya.”

Teresa tidak bereaksi, tetapi Thomas mewakili mereka berdua. “Apa yang kau bicarakan? Alby, kau tak bisa—” Dia berhenti berbicara ketika mata Alby yang berapi-api menatapnya tajam penuh kemarahan hingga membuat jantungnya berdebar-debar.

Newt melangkah maju, dengan perlahan meletakkan telapak tangannya di dada Alby dan mendorongnya mundur. “Bagaimana mungkin kami tak akan mengurungnya, Tommy? Dia telah mengakuinya sendiri!”

Thomas berbalik untuk memandang Teresa, memucat melihat kesedihan yang terpancar dari kedua mata birunya. Rasanya seperti sesuatu menusuk dadanya dan meremas jantungnya.

“Kau boleh bersyukur tak harus ikut dengannya, Thomas,” kata Alby; dia melempar pandangan terakhir kepada mereka sebelum berbalik pergi. Thomas belum pernah ingin memukul orang seperti saat ini.

Billy dan Jackson maju dan mencengkeram kedua tangan Teresa, mulai menyeretnya pergi.

Meski demikian, sebelum mereka masuk ke antara pepohonan, Newt menghentikan mereka. “Tetaplah menjaganya. Aku tak peduli apa pun yang terjadi, tidak seorang pun boleh menyentuh gadis ini. Nyawa kalian taruhannya.”

Kedua penjaga itu mengangguk, kemudian melangkah pergi, dengan menarik Teresa. Hati Thomas terasa kian perih melihat betapa pasrah Teresa mengikuti mereka. Dan, Thomas merasa sangat sedih—dia ingin terus berbicara dengan anak perempuan itu. Tapi, aku baru saja bertemu dengannya, batinnya. Aku bahkan tidak mengenalnya. Meskipun demikian, dia tahu itu tidak benar. Thomas sudah merasakan kedekatan yang hanya mungkin berasal dari hubungannya dengan gadis itu sebelum penghapusan-memori dilakukan di Glade.

Tengok aku, kata gadis itu dalam pikiran Thomas.

Anak laki-laki itu tidak tahu bagaimana melakukannya, bagaimana berbicara dengannya seperti itu. Namun, Thomas mencobanya.

Aku akan datang. Setidaknya kau akan aman di sana.

Anak perempuan itu tidak menjawab.

Teresa?

Tiada sahutan.


Tiga puluh menit berikutnya kegelisahan semua orang mulai memundak.

Meskipun tidak tampak perbedaan perubahan cahaya yang jelas sejak matahari dan langit biru muncul tadi pagi, kegelapan tetap dirasakan menyelimuti Glade. Ketika Newt dan Alby mengumpulkan para Pengawas dan memberi mereka tanggung jawab untuk melakukan tugas dan mengumpulkan kelompok masing-masing masuk ke Wisma dalam waktu satu jam, Thomas merasa hanya sebagai penonton, tak tahu bagaimana harus menolong.

Para Pembangun—tanpa pemimpin mereka, Gally, yang masih menghilang—diperintahkan untuk menyusun barikade di setiap Pintu yang terbuka; mereka mematuhinya meskipun Thomas tahu tak banyak waktu tersedia dan tak ada bahan yang cukup baik untuk bisa digunakan. Baginya para Pengawas hanya ingin membuat semua orang tampak sibuk, berharap menunda kepanikan yang tak terelakkan. Thomas membantu para Pembangun mengumpulkan semua benda yang dapat mereka temukan dan menumpuknya di setiap celah pintu, memaku semuanya sebisa mungkin. Hal ini tampak bodoh, menyedihkan, dan membuat Thomas ngeri setengah mati—tidak ada yang bisa mencegah para Griever itu tetap berada di luar.

Ketika Thomas bekerja, dia melihat sekilas pekerjaan-pekerjaan lain berlangsung di sekitar Glade.

Setiap senter di tempat itu dikumpulkan dan dibagikan ke sebanyak mungkin orang agar tidur di Wisma malam itu, dan bahwa mereka akan mematikan semua senter kecuali untuk keadaan darurat. Tugas Frypan adalah mengeluarkan semua bahan makanan yang tahan lama dari dapur dan menyimpannya di dalam Wisma, berjaga-jaga jika mereka terjebak di sana—Thomas hanya dapat membayangkan betapa mengerikannya jika hal itu terjadi. Anak-anak yang lain mengumpulkan perbekalan dan persenjataan. Thomas melihat Minho membawa senjata-senjata dari ruang bawah tanah ke bangunan utama. Alby membuat segalanya jelas bahwa mereka tidak punya pilihan; mereka akan membuat Wisma sebagai benteng pertahanan, dan harus siap melakukan apa saja untuk mempertahankannya.

Thomas akhirnya menyelinap pergi dari para Penjaga dan membantu Minho, mengangkat berkota-kota belati dan tongkat pemukul berlilitkan kawat berduri. Kemudian, Minho berkata dia mendapat tugas khusus dari Newt, dan beberapa kalimat lagi yang menandakan agar Thomas menyingkir dari sana, menolak mejawab setiap pertanyaannya.

Thomas merasa agak sakit hati, tetapi dia tetap pergi, sangat ingin berbicara dengan Newt tentang hal ini. Dia akhirnya menemukan anak itu, sedang menyeberangi lapangan Glade menuju Rumah Darah.

“Newt!” panggil Thomas, berlari mendekatinya. “Kau harus mendengarkan aku.”

Newt berhenti mendadak hingga Thomas nyaris menabraknya. Anak laki-laki itu berbalik menghadap Thomas dan memandangnya, terlihat sangat terganggu hingga membuat Thomas berpikir dua kali sebelum mengucapkan sesuatu.

“Katakan dengan singkat,” ujar Newt.

Thomas hampir mengurungkan niatnya, tidak yakin hendak mengatakan isi pikirannya. “Kau harus membebaskan gadis itu. Teresa.” Dia tahu gadis itu bisa menolong, bahwa dia mungkin masih mengingat sesuatu yang berharga.

“Ah, aku senang kalian kini sudah berteman.” Newt mulai berjalan pergi. “Jangan buang waktuku, Thommy.”

Thomas menyambar lengannya. “Dengarkan aku! Ada sesuatu mengenai dirinya—kurasa dia dan aku dikirim untuk membantu mengakhiri semuanya.”

“Ya—mengakhirinya dengan membiarkan para Griever itu berdansa masuk ke sini dan membunuh kita? Aku sudah pernah mendengar bermacam-macam rencana busuk dalam hidupku, Anak-Bawang, tapi rencana yang ini mengalahkan semuanya.”

Thomas mengerang, berharap Newt tahu betapa frustrasi perasaannya. “Tidak, kurasa bukan itu maksudnya—tembok-tembok yang tidak menutup itu.”

Newt melipat lengannya; dia tampak gusar. “Anak-Baru, kau ini sedang ngomong apa?”

Sejak Thomas melihat kata-kata di tembok Maze—dunia dalam bencana, departemen percobaan wilayah pemusnahan—dia selalu memikirkannya. Dia tahu jika ada seseorang yang akan memercayainya, orang itu adalah Newt. “Kurasa ... kurasa kita berada di sini sebagai bagian dari sebuah percobaan aneh, atau tes, atau sejenisnya. Tapi, sepertinya itu diharapkan untuk berakhir. Kita tidak mungkin hidup di sini selamanya—siapa pun yang mengirim kita ke sini ingin semua ini berakhir. Dengan cara apa pun.” Thomas lega dapat mengeluarkan semua itu dari dalam dadanya.

Newt mengusap pelipisnya. “Dan, kau harap itu akan meyakinkanku bahwa segalanya baik-baik saja—dan aku sebaiknya melepaskan gadis itu? Karena dia datang dan segalanya mendadak menjadi pilihan lakukan-atau-kau akan mati?”

“Tidak, kau salah mengerti tentang hal itu. Kurasa dia tak ada hubungannya dengan kita di sini. Gadis itu hanya sebuah kunci—mereka mengirimnya kemari sebagai alat terakhir kita atau petunjuk atau apa pun yang membantu kita keluar dari sini.” Thomas menarik napas dalam-dalam. “Dan, kurasa mereka juga mengirimku. Hanya karena gadis itu membuka Bagian Akhir bukan berarti dia jahat.”

Newt melempar pandangan ke Tahanan. “Kau tahu, sekarang aku sudah tak peduli. Dia tetap akan berada di sana untuk semalam—jika sesuatu terjadi, dia akan lebih aman daripada kita.”

Thomas mengangguk, merasa sepakat. “Oke, kita akan lewati satu malam. Besok, jika dalam waktu sehari segalanya aman, kita dapat memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya. Memutuskan langkah kita selanjutnya.”

Newt mendengus. “Tommy, apa yang membuat besok akan berbeda? Kau tahu, kan, ini sudah berlangsung selama dua tahun.”

Thomas mempunyai firasat kuat bahwa semua perubahan ini adalah pemicu, perantara dari akhir sebuah permainan. “Karena sekarang kita tahu bahwa kita harus memecahkannya. Kita dipaksa harus melakukannya. Kita tidak dapat terus-menerus hidup seperti ini, dari hari ke hari, memikirkan bahwa hal terpenting adalah kembali ke Glade sebelum Pintu-Pintu tertutup, merasa lega dan aman.”

Newt memikirkannya selama semenit sambil berdiri, dikelilingi kesibukan para Glader. “Selidiki lebih dalam. Tetap berada di luar saat tembok-tembok bergerak.”

“Tepat sekali,” kata Thomas. “Itulah yang kumaksud. Dan, mungkin kita bisa membuat penghalang atau meledakkan pintu masuk ke Lubang Griever. Mengambil waktu untuk menyelidiki Maze.”

“Alby yang melarang membebaskan anak perempuan itu,” ujar Newt sambil mengangguk ke arah Wisma. “Anak itu tidak terlalu bisa menguasai kalian. Tapi, untuk saat ini kita tidak akan berbuat macam-macam dan baru bergerak saat bangun-tidur besok.”

Thomas mengangguk. “Kita bisa mengalahkan mereka.”

“Sudah pernah melakukannya, kan, Hercules?” Tanpa tersenyum ataupun menunggu jawaban, Newt melangkah pergi, berteriak memerintah pada yang lain untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dan masuk ke Wisma.

Thomas gembira dengan percakapan mereka tadi—yang berjalan sebaik yang diharapkannya. Dia memutuskan untuk buru-buru pergi dan berbicara kepada Teresa sebelum semuanya terlambat. Ketika berlari menuju Tahanan di belakang Wisma, dia mengawasi para Glader mulai bergerak masuk, sebagian besar membawa barang-barang di tangan masing-masing.

Thomas tiba di depan penjara kecil itu dan terengah-engah. “Teresa?” dia akhirnya bertanya melalui jendela berjeruji ke dalam sel yang gelap.

Wajah anak perempuan itu tiba-tiba muncul dari sisi lain, mengejutkannya.

Thomas memekik tanpa bisa menahannya—butuh beberapa saat baginya untuk memulihkan kesadarannya. “Kau ini bisa benar-benar menakutkan, ya?”

“Manis sekali,” ujar gadis itu. “Trims.” Di kegelapan mata birunya tampak berkilat seperti mata kucing.

“Sama-sama,” sahut Thomas, mengabaikan nada menyindir gadis itu. “Dengar, aku sudah memikirkannya.” Dia berhenti sejenak untuk mengumpulkan semua pemikirannya.

“Lebih daripada yang bisa kukatakan kepada Alby yang konyol itu,” anak perempuan itu menggerutu.

Thomas setuju, tetapi merasa cemas hendak mengatakan yang ada dalam pikirannya. “Pasti ada jalan keluar dari tempat ini—kita hanya harus berusaha keras mencarinya, berada di dalam Maze lebih lama. Dan, tetang yang kau tulis di lenganmu, dan tentang kode itu, semuanya pasti bermakna sesuatu, kan?” Seharusnya, batin Thomas. Dia tak bisa menahan diri berharap.

“Ya, aku juga sudah memikirkan hal yang sama. Tapi, pertama-tama—bisakah kau mengeluarkan aku dari sini?” Kedua tangan anak perempuan itu naik memegang jeruji jendela. Thomas merasakan dorongan yang aneh untuk mengeluarkan tangan dan menyentuhnya.

“Ya, Newt bilang mungkin besok.” Thomas merasa lega dirinya mendapat sedikit kelonggaran waktu. “Kau akan menghabiskan semalam di dalam sana. Ini mungkin tempat teraman saat ini di Glade.”

“Terima kasih sudah menanyakan kepadanya. Pasti menyenangkan tidur di atas lantai yang dingin ini.” Anak perempuan itu menuding ke belakangnya dengan ibu jari. “Meskipun kurasa Griever itu tidak mungkin bisa menyusup melalui jeruji ini jadi aku boleh gembira karenanya, ya, kan?”

Ucapan mengenai Griever itu membuat Thomas tersentak—dia tidak ingat membicarakan tentang mereka dengan gadis itu. “Teresa, kau yakin telah lupa dengan segalanya?”

Gadis itu berpikir sejenak. “Ini aneh—kurasa aku ingat tentang beberapa hal. Kecuali aku hanya mendengar orang-orang berbicara ketika aku sedang koma.”

“Ya, kurasa itu tak jadi masalah sekarang. Aku hanya ingin bertemu denganmu sebelum aku masuk ke Wisma malam ini.” Namun, dia tidak ingin pergi, dia nyaris berharap ikut dijebloskan ke dalam Tahanan bersama anak perempuan itu. Thomas menyeringai di dalam hati—dia dapat membayangkan reaksi Newt jika mendengar permintaan itu.

“Tom?” ujar Teresa.

Thomas tersadar dirinya tadi menatap kosong. “Oh, maaf. Kenapa?”

Kedua tangan gadis itu ditarik ke dalam, tak tampak lagi. Thomas hanya dapat melihat kedua matanya, berkilat pucat di kulitnya yang putih. “Aku tak tahu apakah bisa melewati ini—tinggal di penjara sepanjang malam.”

Thomas merasakan kesedihan yang mendalam. Dia ingin mencuri kunci Newt dan menolong gadis itu melepaskan diri. Namun, anak laki-laki itu tahu itu ide yang sangat tidak mungkin. Gadis itu harus merasakan penderitaan ini dan menjalaninya. Thomas menatap kedua matanya yang berkilau. “Paling tidak di sini tidak akan terlalu gelap—sepertinya kita terjebak dalam keadaan temaram seperti ini selama dua puluh empat jam penuh sekarang.”

“Ya ....” Anak perempuan itu memandang melewatinya ke arah Wisma, kemudian menatap Thomas lagi. “Aku gadis yang tangguh—aku akan baik-baik saja.”

Thomas merasa ngeri meninggalkan gadis itu di sini, tetapi dia tahu bahwa dia tak mempunyai pilihan. “Aku jamin mereka akan mengeluarkanmu pagi-pagi sekali, oke?”

Anak perempuan itu tersenyum, membuat Thomas lebih lega. “Itu sebuah janji, kan?”

“Janji.” Thomas menepuk keningnya sendiri. “Dan, kalau kau merasa kesepian, kau bisa berbicara kepadaku dengan ... segala cara yang kau inginkan. Aku akan mencoba menjawabnya.” Anak laki-laki itu sudah menerima cara komunikasi itu sekarang, dan hampir menginginkannya. Dia berharap dapat menemukan cara membalas ucapannya sehingga mereka dapat bercakap-cakap.

Kau pasti bisa tak lama lagi, kata Teresa dalam pikirannya.

“Kuharap begitu.” Thomas masih berdiri di sana, sangat enggan beranjak. Sama sekali.

“Sebaiknya, kau pergi,” kata Teresa. “Aku tak ingin melihatmu terbunuh dengan brutal pada saat aku sadar.”

Thomas berusaha tersenyum mendengar gurauan itu. “Baiklah. Sampai ketemu besok.”

Dan, sebelum berubah pikiran, anak laki-laki itu berbalik pergi, menuju belokan ke arah pintu depan Wisma, tepat ketika beberapa Glader terakhir masuk, Newt menggiring mereka masuk seperti anak-anak ayam yang berpencaran. Thomas juga melangkah masuk, diikuti Newt, yang menutup pintu di belakangnya.

Tepat sebelum daun pintu menutup, Thomas merasa telah mendengar geraman pertama dari para Griever, datang dari jauh di dalam Maze.



No comments:

Post a Comment