The Maze Runner (The Maze Runner #1) (42)

Penulis : James Dashner

42


MINHO menyalakan lampu, membuat Thomas mengernyit sesaat sebelum matanya terbiasa. Bayang-bayang menyeramkan memanjang dari kotak-kota senjata yang berserakan di atas meja dan lantai, sejumlah belati dan tongkat pemukul, serta peralatan lain yang juga menyeramkan tampak menunggu di sana, siap disambar dan membunuh orang pertama yang cukup bodoh untuk mendekati mereka. Bau lembap dan apak menambah kesan menakutkan ruangan itu

"Ada lemari penyimpanan rahasia di belakang sini," Minho menjelaskan, berjalan melewati beberapa rak menuju sudut yang gelap. "Hanya beberapa dari kami yang mengetahuinya."<o:p></o:p></div>

Thomas mendengar pintu kayu tua berkeriut, dan kemudian Minho menyeret sebuah kayu tua berkeriut, dan kemudian Minho menyeret sebuah kotak kardus di lantai, bunyi gesekannya seperti suara pisau mengiris tulang. "Aku menyimpan isi tiap peti ke dalam kotak-kotak ini, totalnya ada delapan kotak. Semua Peta ada di sini."

"Ini Peta yang mana?" tanya Thomas; dia berlutut di sampingnya, ingin segera mulai.

"Buka dan lihat saja--setiap halaman sudah ditandai, ingat, kan

Thomas menarik ikatan silangnya hingga terbuka. Tumpukan Peta dari Sektor Dua tampak lusuh. Thomas mengambil tumpukan itu.

"Oke," katanya. "Para Pelari selama ini selalu membandingkan satu hari dengan hari sebelumnya, mencari pola yang mungkin dapat menunjukkan jalan keluar. Kau bahkan pernah bilang bahwa kau tidak tahu <i>apa</i> yang sebenarnya sedang kalian cari, tapi kalian tetap mempelajarinya, ya, kan?"

Minho mengangguk, tangannya terlipat. Dia seperti mendengarkan seseorang yang sedang membuka rahasia tentang hidup abadi.

“Nah,” Thomas meneruskan, “bagaimana seandainya semua pergerakan tembok-tembok itu tidak ada kaitannya dengan pemetaan, maze, atau semacamnya? Bagaimana jika pola-pola itu justru merupakan ejaan huruf-huruf? Semacam petunjuk yang akan membantu kita meloloskan diri.”

Minho menunjuk Peta-Peta yang berada di tangan Thomas, mendesah putus asa. “He, kau tahu berapa lama waktu yang kami habiskan untuk mempelajari semua itu? Kau pikir kami tidak akan memperhatikan jika semua itu merupakan ejaan dari beberapa huruf?

“Mungkin terlalu sulit dilihat dengan mata telanjang, hanya membandingkan antara satu hari dengan hari yang lain. Dan, mungkin kau seharusnya tidak membandingkan satu hari dengan hari berikutnya, tapi melihat semuanya dalam satu hari sekaligus?”

Newt tertawa. “Tommy, aku mungkin memang bukan anak terpintar di Glade, tapi kau terdengar seperti melantur.”

Saat anak itu berbicara, pikiran Thomas berputar lebih cepat. Jawabannya hampir berada dalam genggamannya—dia tahu nyaris mendapatkannya. Hanya sulit sekali rasanya mengungkapkannya dengan kata-kata.

“Oke, oke,” katanya, mencoba sekali lagi. “Kalian selalu menugaskan satu Pelari di setiap Sektor, kan?”

“Benar,” sahut Minho. Dia terlihat benar-benar tertarik dan siap mendengarkan.

“Dan, Pelari itu akan membuat Peta setiap hari, kemudian membandingkannya ke Peta-Peta lain dari hari-hari sebelumnya, dari sektor yang sama. Bagaimana seandainya, kalian membandingkan kedelapan sektor itu satu sama lain, setiap harinya? Setiap hari menjadi petunjuk atau kode yang terpisah? Apa kalian pernah membandingkan sektor-sektor itu satu sama lain?”

Minho mengusap-usap dagunya, mengangguk. “Ya, memang pernah. Kami mencoba melihat apakah ada sesuatu jika peta-peta itu digabungkan—tentu saja kami melakukannnya.  Kami sudah mencoba segala cara.”

Thomas mengangkat lututnya naik, mengamati lebih dekat Peta-Peta di pangkuannya. Dia melihat samar-samar garis-garis Maze yang ditulis di halaman kedua melalui halaman yang ada di atas tumpukan. Seketika, dia tahu apa yang harus mereka lakukan. Anak itu mendongak.

“Kertas minyak.”

“Eh?” Minho keheranan. “Apa yang—”

“Percaya kepadaku. Kita memerlukan kertas minyak dan beberapa gunting. Dan, semua spidol hitam dan pensil yang ada.”


Frypan tidak terlalu senang melihat sekotak penuh gulungan kertas minyaknya diambil darinya, terutama karena perbekalan untuk mereka telah dihentikan. Dia beralasan bahwa kertas-kertas tas itu adalah salah satu benda yang selalu dimintanya dan dibutuhkannya untuk membuat roti. Mereka akhirnya harus memberi tahu juru masak itu alasan mereka memerlukannya agar dia mau memberinya.

Setelah sepuluh menit mencari-cari beberapa pensil dan spidol—sebagian besar berada di Ruang Peta dan telah musnah dilalap api—Thomas duduk di dekat meja kerja di ruang bawah tanah penyimpanan senjata bersama Newt, Minho, dan Teresa. Mereka tidak berhasil menemukan gunting, jadi Thomas mengambil beberapa belati yang ada.

“Semoga kali ini berhasil,” kata Minho. Ada nada mengingatkan dalam suaranya, tetapi pandangannya menampakkan keterkaitan.

Newt mencondongkan tubuhnya, kedua sikunya bertumpu di atas meja, seolah menunggu atraksi sulap. “Ayo mulai, Anak-Bawang.”

“Oke.” Thomas tak sabar lagi ingin memulainya, tetapi juga cemas setengah mati jika ini berujung kegagalan. Dia menyerahkan belati kepada Minho, kemudian menunjuk kertas minyak “Potong berbentuk persegi empat, dengan ukuran seperti Peta-Peta ini. Newt dan Teresa, kalian bisa menolongku mengambil kira-kira sepuluh Peta pertama dari kotak setiap Sektor.”

“Memangnya ini pelajaran kerajinan tangan anak kecil?” Minho mengangkat belati itu dan memandangnya dengan aneh. “Kenapa tidak kau katakan saja kepada kami untuk apa kita melakukan semua ini?”

“Aku sudah menjelaskannya,” kata Thomas, sadar bahwa mereka ingin melihat apa yang terbayang di kepalanya. Anak itu berdiri dan mencari-cari di dalam kamar penyimpanan. “Lebih mudah bagiku menunjukkannya kepadamu dengan cara ini. Jika aku salah, itu salahku, dan kita bisa kembali berlari menelusuri setiap jengkal Maze seperti anak tikus.”

Minho mendesah, jelas tampak jengkel, kemudian menggerutu pelan. Teresa diam sesaat, tetapi dia berbicara ke dalam kepala Thomas.

Kurasa aku tahu apa yang sedang kau lakukan. Brilian, terus terang.

Thomas terkejut, tetapi berusaha sebisa mungkin menutupinya. Dia harus berpura-pura bahwa tak ada suara-suara dalam kepalanya---anak-anak  yang lain akan menganggapnya gila.

Tolong ... bantu ... aku, Thomas berusaha menyahut, memikirkan setiap hurufnya secara terpisah, mencoba menggambarkan pesan itu, mengirimkannya. Namun, gadis itu tidak merespons.

“Teresa,” panggilnya dengan suara biasa. “Bisakah kau membantuku sebentar?” Thomas mengangguk ke arah kamar penyimpanan.

Berdua mereka menuju ruang kecil berdebu itu dan membuka semua kotak, mengambil sebagian tumpukan Peta dari masing-masing kotak. Saat kembali ke meja, Thomas melihat Minho sudah menggunting dua puluh lembar, menumpuknya asal-asalan di sebelah kanannya sembari melemparkan setiap lembaran yang baru ke atasnya.

Thomas duduk dan mengambil beberapa lembar. Dia memegang salah satu kertas itu ke arah lampu, melihatnya berkilau dengan cahaya yang putih susu. Tepat seperti yang diperlukannya.

Thomas mengambil sebuah spidol. “Baik, semuanya melacak sepuluh atau lebih hari terakhir di atas bagian ini. Pastikan kalian menulis data di bagian atasnya sehingga kita bisa melacak hal-hal yang saling berkaitan. Setelah selesai, kurasa kita akan menemukan sesuatu.”

“Apa—” Minho memulai.

“Potong saja terus,” perintah Newt. “Sepertinya aku mengerti maksudnya dengan semua ini.” Thomas merasa lega akhirnya ada seseorang yang paham.

Mereka pun bekerja, menjiplak dari Peta-Peta asli ke kertas minyak, satu per satu, berusaha agar tak mengotori dan mengubahnya sementara melakukannya secepat mungkin. Thomas menggunakan bagian tepi kayu bekas sebagai penggaris agar garis-garisnya lurus. Dalam waktu singkat dia berhasil menyelesaikan lima peta, kemudian lima peta lagi. Anak-Anak yang lain juga melakukannya dengan kecepatan sama, bekerja dengan gugup.

Ketika Thomas menggambar, dia mulai merasa agak panik, merasa mual membayangkan jika yang mereka lakukan ini hanya membuang waktu. Namun, Teresa, duduk di sebelahnya, mempelajari peta di hadapannya dengan sungguh-sungguh, lidahnya terjulur di sudut bibirnya saat dia menelusuri garis-garis naik dan turun, dari sisi ke sisi. Anak perempuan itu tampak lebih yakin bahwa mereka pasti akan menemukan sesuatu.

Dari kotak demi kotak, Sektor demi Sektor, mereka terus mengerjakannya.

“Sudah cukup,” akhirnya Newt berkata, memecah keheningan. “Jari-jariku sudah seperti terbakar. Coba kita lihat apakah ini berhasil.”

Thomas meletakkan spidolnya, kemudian menggerak-gerakkan jemarinya, berharap perkiraannya tentang semua ini benar. “Oke, biarkan aku mengerjakan beberapa hari terakhir dari setiap Sektor—buat tumpukan di atas meja ini, berurutan dari Sektor Satu sampai ke Sektor Delapan. Satu di sini”—dia menunjuk tepi meja—“ke Delapan di sana.” Dia menunjuk tepi meja yang lain.

Tanpa bersuara, semua melakukan yang diperintahkan Thomas, memisahkan hasil salinan mereka hingga menjadi delapan tumpukan tipis kertas minyak di sepanjang meja.

Dengan gelisah dan gugup Thomas mengambil satu lembar dari masing-masing tumpukan, memastikan semua berasal dari hari yang sama, menyusunkan berurutan. Dia kemudian menumpuk setiap kertas di atas yang lain sehingga setiap gambar Maze di bagian atas dan bawah berasal dari hari yang sama, hingga dia mendapatkan sekaligus delapan sektor yang berbeda dari Maze. Dia melihat sesuatu yang menakjubkan. Hampir seperti sulap, seperti gambar yang menjadi jelas, sebuah gambar terbentuk. Teresa tersentak.

Garis-garis yang saling silang, ke atas dan bawah, begitu banyak hingga Thomas seperti memegang jaringan yang kusut. Namun, garis-garis yang ada di bagian tengah—garis-garis itu terlihat lebih padat dibandingkan bagian lain—membentuk gambar yang agak lebih gelap daripada yang lain. Gambar itu tak kentara, tetapi, tak diragukan lagi, ada di sana.


Terletak tepat di tengah-tengah lembar kertas itu tertulis huruf A.[]

No comments:

Post a Comment