The Maze Runner (The Maze Runner #1) (25)

Penulis: James Dashner

25


KEHENINGAN total menyapu ruangan itu, seolah dunia membeku, dan setiap anggota Dewan menatap Minho. Thomas duduk tertegun, menunggu Pelari itu berkata bahwa dia hanya bergurau.

Gally akhirnya memecah kebisuan, berdiri. “Itu konyol!” Dia memandang Newt dan menuding Minho, yang telah kembali duduk. “Dia harus ditendang keluar dari Dewan karena mengucapkan kata-kata sebodoh itu.”

Rasa kasihan Thomas kepada Gally, meskipun hanya setitik, kini lenyap sepenuhnya mendengar perkataan itu.

Beberapa Pengawas tampaknya setuju dengan usul Minho—seperti Frypan, yang bertepuk tangan untuk menyudahi omelan Gally, berseru agar dilakukan pemungutan suara. Sebagian yang lain tidak menerimanya. Winston menggelengkan kepala bersikeras, mengatakan bahwa Thomas belum layak. Ketika semua orang mulai berbicara bersamaan, Thomas memegangi kepalanya dan menanti, merasa takut sekaligus terperangah. Mengapa Minho berkata seperti itu? Dia pasti bergurau, pikirnya. Newt pernah bilang dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk menjadi seorang Pelari, apalagi menjadi seorang Pengawas. Dia merenung, berharap berada jauh sekali dari tempat ini.

Akhirnya, Newt meletakkan buku catatannya dan melangkah keluar dari barisan kursi setengah lingkaran, berteriak meminta semua orang untuk berhenti berbicara. Thomas hanya diam mengawasi saat pada awalnya sepertinya tak seorang pun mendengarkan Newt. Meskipun demikian, lambat laun perintah itu didengar dan semua orang kembali duduk.

“Benar-benar payah,” kata Newt. “Aku belum pernah melihat tingkah kalian yang seperti anak-anak bayi. Kita mungkin tak mengharapkannya, tapi dalam masalah ini kita semua adalah orang dewasa. Jadi, bersikaplah dewasa, atau kita harus menyudahi Dewan kita dan mulai dari awal lagi.” Dia berjalan mondar-mandir dari ujung ke ujung tempat duduk para Pengawas, menatap satu per satu mata mereka seraya berbicara. “Sudah jelas?”

Semua anggota kelompok itu tak berkata apa pun. Thomas mengira akan ada lagi yang membantah, tetapi dia terkejut ketika semua orang mengangguk setuju, bahkan Gally.

“Bagus.” Newt berjalan kembali ke kursinya dan duduk meletakkan buku catatan di atas pangkuannya. Dia menulis beberapa kalimat di atas kertas, kemudian mendongak menatap Minho. “Itu usul yang sangat serius, Sobat. Maaf, tapi kau perlu menjelaskan lebih lanjut untuk mengajukannya.”

Thomas tak bisa menahan dorongan perasaannya yang ingin mendengar jawabannya.

Minho tampak lelah, tetapi dia mulai mengemukakan alasan gagasannya. “Mudah bagi kalian semua di sini duduk dan berbicara tentang sesuatu yang sama sekali tak kalian ketahui. Akulah satu-satunya Pelari di kelompok ini, dan satu-satunya anak lain yang pernah keluar ke dalam Maze adalah Newt.”

Gally menyela. “Tidak jika kau juga menghitung saat aku—”

“Aku tidak menghitungnya!” tukas Minho. “Dan, percayalah kepadaku, tak seorang pun termasuk kau yang tahu sedikit pun seperti apa di luar sana. Satu-satunya alasan kau disengar adalah karena kau juga melanggar aturan yang sama dengan yang kau gugat terhadap Thomas. Itu namanya munafik, dasar kau—”


“Cukup,” sela Newt. “Teruskan alasan tentang usulanmu.”

Ketegangan jelas terlihat; Thomas merasa seolah udara di ruangan itu menjadi kaca yang bisa pecah berkeping-keping setiap saat. Baik wajah Gally maupun Minho yang merah padam siap meledak—tetapi akhirnya mereka saling melengos.

“Nah, dengarkan aku,” Minho meneruskan sambil duduk kembali. “Aku belum pernah melihat sesuatu seperti ini. Thomas tidak kelihatan panik. Dia tidak merengek ataupun menangis, tak sekalipun terlihat takut. Sobat, dia baru saja berada di sini beberapa hari. Ingat bagaimana kita semua saat kali pertama di sini. Meringkuk di sudut-sudut, kebingungan, menangis setiap jam, tidak percaya pada siapa pun, tak ingin melakukan apa pun. Kita semua seperti itu, selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, hingga tak punya pilihan lain kecuali menerima semuanya dan menjalaninya.”

Minho berdiri dan menuding Thomas. “Hanya beberapa hari setelah anak ini muncul, dia masuk ke Maze untuk menyelamatkan dua anak yang hampir tak dikenalnya. Perdebatan tentang peraturan yang dilanggarnya ini adalah sebuah kebodohan. Dia memang belum tahu seluruh peraturan di sini. Tapi, beberapa anak telah memberi tahu sedikit gambaran tentang Maze, terutama saat malam hari. Dan, dia tetap melangkah ke luar, tepat sebelum Pintu tertutup, hanya karena ingin menolong dua anak yang butuh bantuan.” Dia menarik napas panjang, seperti berusaha mengumpulkan kekuatan untuk terus berbicara.

“Tapi, itu baru awalnya. Setelah itu, dia melihatku berhenti berusaha menolong Alby, meninggalkan dia untuk mati. Dan, aku adalah orang lama—orang yang lebih tahu dan sudah berpengalaman. Jadi, ketika Thomas melihatku menyerah, dia seharusnya tidak perlu berusaha. Tapi, tidak. Pikirkan tentang bagaimana keinginan kuatnya dan tenaga yang dikeluarkannya untuk mendorong Alby di tembok itu, sedikit demi sedikit. Itu gila. Benar-benar sinting.

“Tapi, bukan hanya itu. Kemudian, para Griever datang. Kukatakan kepada Thomas bahwa kami harus berpencar dan aku memilih melarikan diri, berlari menelusuri lorong. Thomas, yang seharusnya sudah sangat ketakutan, mengambil alih kendali, melawan semua teori fisika dan gravitasi untuk mendorong Alby ke atas tembok, mengalihkan perhatian para Griever darinya, mengalahkan salah satunya, menemukan—”

“Kamu sudah mengerti,” tukas Gally. “Tommy hanya anak yang beruntung.”

Minho menoleh kepadanya. “Tidak, dasar, anak sialan tak berguna, kau tidak mengerti! Aku sudah berada di sini selama dua tahun, dan aku belum pernah melihat sesuatu seperti ini. Dan, omong kosongmu itu ....”

Minho terdiam, mengusap matanya, mengerang frustrasi. Thomas baru sadar bahwa dia pun ternganga. Perasaannya bercampur aduk; menghargai tindakan Minho membelanya di depan semua orang, tak percaya dengan sikap Gally yang masih arogan, dan ketakutan menunggu hasil akhir perdebatan ini.

“Gally,” kata Minho dengan suara lebih tenang, “kau bukanlah siapa-siapa kecuali pengecut yang tidak pernah, satu kali pun, meminta untuk menjadi seorang Pelari ataupun mencobanya. Kau tak punya hak bicara tentang hal-hal yang tak kau mengerti. Jadi, tutup mulutmu.”

Gally berdiri lagi, kemarahannya tersulut. “Bilang sekali lagi seperti itu dan aku akan mematahkan lehermu, di sini di depan semua orang.” Ludah berhamburan dari mulutnya saat dia berbicara.

Minho tertawa, kemudian mendorong wajah Gally dengan telapak tangannya. Thomas nyaris berdiri dari duduknya saat melihat Glader itu terjatuh dari kursinya, terjengkang ke belakang, hingga kursinya terbelah menjadi dua. Gally tergeletak di lantai, kemudian menggeliat, merangkak berusaha bangkit kembali. Minho melangkah mendekat dan menginjak pundak Gally, membuat anak itu terjerembap lagi ke tanah.

Thomas terperenyak lagi ke kursinya, tercengang.

“Aku bersumpah, Gally,” kata Minho menyeringai, “jangan pernah mengancamku lagi. Jangan pernah sekali pun bicara padaku lagi. Selamanya. Jika kau lakukan itu, aku akan mematahkan leher-mu, setelah aku mematahkan kedua tangan dan kakimu lebih dulu.”

Newt dan Winston segera berdiri dan menyambar Minho sebelum Thomas pulih dari kejadian itu. Mereka menariknya dari Gally, yang melompat berdiri, wajahnya merah padam karena marah. Tapi, dia tidak mendekat, hanya berdiri dengan dada membusung, menahan kemarahan.

Akhirnya, Gally mundur, setengah terhuyung menuju pintu keluar di belakangnya. Pandangannya menyapu isi ruangan, berkobar penuh kebencian. Thomas sempat berpikir bahwa Gally tampak seperti orang yang akan melakukan pembunuhan. Dia mundur ke arah pintu, tangannya terjulur ke belakang meraih gagang pintu.

“Sekarang banyak yang sudah berubah,” katanya, meludah ke lantai. “Kau seharusnya tak melakukan itu, Minho. Kau seharusnya tidak  melakukan itu.” Tatapan penuh kemarahannya beralih kepada Newt. “Aku tahu kau membenciku, bahwa kau selalu membenciku. Seharusnya kau didepak karena ketidakmampuanmu yang memalukan memimpin kelompok ini. Kau menyedihkan, dan siapa pun yang tetap tinggal di ruangan ini pun tak lebih baik. Semua akan berubah. Aku bersumpah.”

Jantung Thomas mencelus. Seolah semua hal ini belum cukup buruk.

Gally membuka pintu dengan keras dan melangkah memasuki lorong rumah, tetapi sebelum seorang pun bergerak, dia menjulurkan kepala lagi ke dalam ruangan. “Dan, kau,” katanya, matanya nyalang menatap Thomas. “Anak-Bawang yang berpikir bahwa dirinya Dewa. Jangan lupa aku pernah melihatmu sebelumnya—aku pernah merasakan Perubahan. Keputusan semua orang ini tak berarti apa-apa.”

Dia berhenti sejenak, memandang satu per satu orang di ruangan itu. Ketika pandangan penuh dendamnya kembali kepada Thomas, dia mengatakan satu hal terakhir. “Apa pun tujuanmu kemari—aku bersumpah akan menghancurkannya. Aku akan membunuhmu bila perlu.”


Kemudian, dia berbalik dan meninggalkan ruangan, membanting pintu di belakangnya.[]


1 comment: