Penulis: James Dashner
24
Keesokan paginya, Thomas duduk di atas sebuah kursi, merasa
cemas dan gelisah, berkeringat, berhadapan dengan sebelas anak laki-laki lain.
Mereka duduk di atas barisan kursi yang disusun setengah lingkaran
mengelilinginya. Setelah duduk Thomas menyadari bahwa mereka adalah para
Pengawas, dan dia sangat tak berharap harus melihat Gally ada di antaranya.
Satu kursi yang berada tepat di seberang Thomas tampak kosong—dia tak perlu
diberi tahu bahwa itu adalah kursi Alby.
Mereka duduk di dalam sebuah ruangan besar di Wisma yang
belum pernah dimasuki Thomas. Selain kursi-kursi, tidak ada perabotan lain
kecuali sebuah meja kecil di sudut. Dinding-dindingnya terbuat dari kayu, sama
seperti lantainya, dan tampaknya tak seorang pun berusaha membuat tempat ini
terlihat menarik. Tidak ada jendela-jendela; ruangan ini berbau jamur dan
buku-buku tua. Thomas tidak merasa dingin, tetapi tubuhnya menggigil.
Setidaknya dia merasa lega Newt berada di sana. Anak itu
duduk di sebelah kanan kursi Alby. “Mewakili pemimpin kita, yang sedang sakit,
dengan ini aku membuka acara Pertemuan,” katanya, tanpa kentara memutar bola
matanya seolah-olah dia membenci formalitas. “Seperti yang kalian ketahui,
beberapa hari belakangan ini keadaan sungguh menggila, dan sepertinya agak
berpusat pada Anak-Bawang kita, Tommy, yang duduk di depan kita.”
Wajah Thomas memerah karena malu.
“Dia bukan Anak-Bawang lagi,” kata Gally, suaranya yang
kasar terdengar rendah dan sinis sehingga nyaris menggelikan. “Dia cuma seorang
anak pelanggar peraturan.”
Kata-katanya memancing dengung gumaman dan bisikan, tetapi
Newt berdesis mendiamkan. Thomas mendadak ingin berada sejauh mungkin dari
ruangan itu.
“Gally,” kata Newt, “coba untuk sedikit menaati peraturan,
di sini. Kalau ingin menyelaku setiap aku mengucapkan sesuatu, kau bisa berdiri
dan pergi karena perasaanku sedang kurang baik.”
Thomas berharap dia dapat bersorak mendengarnya.
Gally melipat tangannya dan bersandar ke kursinya, wajahnya
tampak sangat cemberut hingga membuat Thomas hampir tertawa. Selama ini dia
mengalami saat-saat yang semakin sulit karena merasa ngeri pada sosok anak
itu—dan kini Gally terlihat bodoh, bahkan menyedihkan.
Newt melempar tatapan tajam kepada Gally, kemudian
melanjutkan. “Aku senang kau paham.” Bola matanya berputar lagi. “Alasan kita
berada di sini adalah karena hampir setiap Glader mendatangiku selama dua hari
belakangan dan berbusa-busa mencemooh Thomas atau memujanya. Kita perlu
memutuskan apa yang harus dilakukan kepadanya.”
Gally memajukan tubuhnya, tetapi Newt memotongnya sebelum
anak itu sempat berkata apa pun.
“Nanti kau akan dapat giliran, Gally. Satu per satu. Dan,
Tommy, kau tak diizinkan berbicara sebelum mendapat pertanyaan dari kami.
Mengerti?” Dia menunggu anggukan persetujuan dari Thomas—yang melakukannya
dengan enggan—kemudian menunjuk ke arah seorang anak di kursi jauh di sebelah
kanan. “Zart si Tukang-buang-angin, kau yang pertama.”
Terdengar beberapa tawa saat Zart, yang bertubuh cukup besar
dan menjadi penjaga Kebun-Kebun, beringsut di kursinya. Dia memandang Thomas
dengan canggung daripada ketika berhadapan dengan tanaman wortel atau tomat.
“Ya,” Zart memulai, kedua matanya melihat ke sana kemari
seolah menunggu ada yang memberitahukan kata-kata yang harus diucapkannya. “Aku
tak yakin. Dia melanggar salah satu peraturan terpenting kita. Kita tak bisa
membiarkan orang-orang lain berpikir itu oke-oke saja.” Dia berhenti berbicara
dan menunduk memandang kedua tangannya, mengusap-usapnya. “Tapi, biarpun
begitu, dia telah ... mengubah banyak hal. Sekarang kita tahu bahwa kita dapat
bertahan hidup di luar sana, dan kita dapat mengalahkan para Griever.”
Kelegaan membanjiri Thomas. Dia memiliki satu orang lagi di
pihaknya. Dia berjanji akan bersikap lebih baik kepada Zart.
“Oh, yang benar saja,” sembur Gally. “Aku berani bertaruh
Minho-lah yang sesungguhnya melakukan semua itu.”
“Gally, tutup mulutmu!” bentak Newt, kali ini berdiri dengan
sikap tegas; sekali lagi Thomas ingin bersorak. “Akulah Pemimpin saat ini, dan
jika sekali lagi kudengar sepatah kata keluar dari mulutmu, aku akan membuat
acara Pembuangan khusus untukmu.”
“Oh, dengan senang hati,” desis Gally sinis, wajahnya
kembali memberengut saat bersandar dengan keras ke kursinya.
Newt duduk dan menoleh kepada Zart. “Itu saja? Ada rekomendasi
resmi?”
Zart menggeleng kepala.
“Oke. Kau berikutnya, Frypan.”
Juru masak itu tersenyum di balik janggutnya dan duduk lebih
tegak. “Anak itu punya lebih banyak nyali daripada yang kulakukan pada setiap
babi dan sapi sepanjang tahun ini.” Dia berhenti sejenak, seolah-olah
mengharapkan sambutan tawa, tetapi tak ada. “Acara ini sungguh bodoh—dia
menyelamatkan nyawa Alby, membunuh sekumpulan Griever, dan kita semua duduk di
sini membahas tindakan yang akan dilakukan terhadapnya. Seperti yang dikatakan Chuck,
ini omong kosong.”
Thomas ingin berlari menghampiri dan menjabat tangan
Frypan—dia mengatakan persis yang dipikirkan Thomas tentang semua ini.
“Jadi, apa maksudmu?” tanya Newt.
Frypan melipat kedua lengannya. “Masukkan dia dalam Dewan
dan biarkan dia melatih kita tentang semua yang dilakukan di luar sana.”
Suara-suara langsung menyela dari berbagai arah, dan Newt
butuh waktu setengah menit untuk menenangkan semuanya. Thomas mengernyit; saran
Frypan terlalu berlebihan, hampir berlawanan dengan pendapatnya tentang semua
kekacauan ini.
“Baiklah, akan kucatat,” kata Newt seraya menulis di
bukunya. “Sekarang semuanya diam, aku serius. Kalian tahu peraturannya—tak ada
ide yang tidak diterima—dan kalian boleh berkomentar setelah kita mengambil
suara.” Dia selesai menulis dan menunjuk anggota Dewan yang ketiga, seorang
anak berambut hitam dan wajah berbintik-bintik yang belum pernah dijumpai
Thomas.
“Aku tak punya pendapat,” katanya.
“Apa?” tanya Newt dengan marah. “Bagus sekali kau telah
terpilih menjadi anggota Dewan kalau begitu.”
“Maaf, tapi aku benar-benar tak tahu.” Dia mengangkat bahu.
“Kalaupun harus berpendapat, kurasa aku setuju dengan Frypan. Kenapa harus
menghukum seseorang yang menyelamatkan nyawa orang lain?”
“Jadi, kau juga punya pendapat, kan?” dengus Newt, dengan
pensil di tangannya.
Anak itu mengangguk dan Newt membuat catatannya. Perasaan
Thomas menjadi semakin lega—sepertinya sebagian besar Pengawas memihak
kepadanya, tidak memusuhinya. Namun, tetap saja, dia melalui waktu yang berat
duduk di kursi ini; dia sangat ingin berbicara. Namun, dia menahan dirinya,
mematuhi perintah Newt dan menutup mulut.
Berikutnya adalah Winston si Jerawatan, Pengawas Rumah
Darah. “Kurasa dia harus dihukum. Jangan tersinggung, Anak-Bawang, tapi Newt,
kaulah yang selalu mengatakan berulang-ulang tentang peraturan. Jika kita tidak menghukumnya, kita akan memberi
contoh buruk. Dia melanggar Aturan Nomor
Satu kita.”
“Oke,” kata Newt, menulis lagi. “Jadi, kau mengusulkan
hukuman. Apa jenisnya?”
“Kurasa kita sebaiknya meletakkan dia di Tahanan selama
seminggu hanya dengan roti dan ait—dan perlu meyakinkan semua orang tahu
tentang ini sehingga mereka tidak menduga-duga.”
Gally bertepuk tangan dan mendapat tatapan tajam Newt. Hati
Thomas agak kecewa.
Dua Pengawas lagi berbicara, satu menyetujui ide Frypan,
yang seorang lagi sepakat dengan gagasan Winston. Kemudian, giliran Newt.
“Aku setuju dengan sebagian besar dari kalian. Dia harus
dihukum, tapi kemudian kita perlu mencari cara untuk memanfaatkannya. Aku
menyimpan usulku sampai semua selesai menyampaikan pendapat. Selanjutnya.”
Thomas benci semua urusan mengenai hukuman ini, bahkan lebih
daripada keharusannya menutup mulut. Namun, jauh di dalam hatinya dia tak bisa
menahan diri untuk sepakat—seaneh apa pun semua ini setelah apa yang
diperbuatnya, dia memang telah
melanggar aturan utama.
Mereka terus berbicara. Beberap berpendapat dia seharusnya
dipuji, sedangkan menurut yang lain dia harus dihuku. Atau kedua-duanya. Thomas
hampir tak mendengarkan lagi, hanya menanti-nanti komentar dari dua Pengawas
terakhir, Gally dan Minho. Anak yang terakhir disebut itu belum pernah
berbicara dengan Thomas sejak dia memasuki ruangan; dia hanya duduk dalam-dalam
di atas kursinya, seakan tidak tidur selama seminggu.
Gally berkata lebih dulu, “Kuharap pendapatku sudah cukup
jelas.”
Begitulah, pikir
Thomas. Jadi, tutup saja mulutmu.
“Baik,” kata Newt dengan sekali lagi memutar bola matanya.
“Lanjut, Minho.”
“Tidak!” teriak Gally, membuat beberapa Pengawas terlompat dari
kursi mereka. “Aku ingin mengatakan sesuatu.”
“Kalau begitu, katakan saja,” sahut Newt. Thomas merasa
sedikit lebih baik karena Pemimpin Dewan juga memandang sebelah mata kepada
Gally seperti yang dirasakannya. Meskipun Thomas tidak terlalu takut lagi
kepadanya, dia masih membenci sikap anak itu.
“Coba pikirkan,” Gally memulai. “Anak bodoh ini keluar dari
dalam Kotak, bertingkah seolah-olah bingung dan takut. Beberapa hari kemudian,
dia berlarian di dalam Maze dengan
para Griever, bertindak seakan-akan itu rumahnya sendiri.”
Thomas menciut di kursinya, berharap yang lain tidak
berpikiran seperti itu.
Gally meneruskan ocehannya. “Kurasa ini semua hanya akting.
Bagaimana mungkin dia melakukan semua itu di luar sana setelah hanya beberapa
hari? Aku tak percaya.”
“Apa yang ingin kau katakan, Gally?” tanya Newt. “Bisa
tidak, kau katakan saja maksud
ucapanmu?”
“Kurasa dia mata-mata dari orang-orang yang menempatkan kita
di sini.”
Sekali lagi kegaduhan terjadi di ruangan itu; Thomas hanya
dapat menggeleng-gelengkan kepala—dia tak mengerti bagaimana Gally memiliki
pemikiran semacam itu. Newt akhirnya dapat menenangkan semua orang sekali lagi,
tetapi Gally belum selesai.
“Kita tak bisa memercayai anak ini,” katanya meneruskan.
“Sehari setelah dia muncul, data seorang gadis sinting, mengoceh bahwa semuanya
akan berubah, membawa catatan aneh itu. Lalu, kita menemukan satu Griever yang
mati. Thomas dengan gembira memasuki Maze
malam itu, kemudian berusaha meyakinkan semua orang bahwa dia adalah pahlawan.
Ya, baik Minho maupun yang lain tak ada yang benar-benar melihat apa yang
dilakukannya dengan sulur-sulur tanaman itu. Bagaimana kita tahu bahwa
Anak-Bawang ini yang mengikat Alby di tembok?”
Gally berhenti sejenak; tak seorang pun berbicara selama
beberapa detik, dan kepanikan mulai merambati dada Thomas. Akankah mereka
memercayai kata-kata Gally? Dia merasa gelisah ingin membela diri dan hampir
membuka mulutnya untuk kali pertama—tetapi sebelum itu terjadi, Gally kembali
berkata-kata.
“Terlalu banyak hal aneh yang terjadi, dan itu semua
berlangsung setelah kemunculan Anak-Bawang sialan ini. Dan, dia kebetulan
menjadi orang pertama yang bertahan hidup semalaman di dalam Maze. Ada sesuatu yang salah, dan
sebelum kita memecahkannya, aku mengusulkan dengan resmi untuk memasukkan anak
ini ke Tahanan—selama satu bulan, dan setelah itu dipertimbangkan lagi.”
Komentar-komentar kembali berdengung, dan Newt menulis di
catatannya, menggelengkan kepala beberapa kali—yang memunculkan setitik harapan
bagi Thomas.
“Sudah selesai, Kapten Gally?” tanya Newt.
“Berhenti bersikap sok pintar, Newt,” Gally meludah,
wajahnya memerah. “Aku serius. Bagaimana mungkin kita percaya anak ini dalam
kurun waktu kurang dari seminggu? Jangan meremehkanku sebelum kau benar-benar memikirkan kata-kataku tadi.”
Untuk kali pertama, Thomas merasa agak bersimpati kepada
Gally—dia menggugat cara Newt memperlakukannya. Lagi pula, Gally adalah seorang
Pengawas. Tapi, aku masih membencinya,
batin Thomas.
“Baiklah, Gally,” kata Newt. “Aku minta maaf. Kami sudah
mendengarkanmu, dan kami semua akan mempertimbangkan rekomendasimu. Kau sudah
selesai?”
“Ya, aku sudah selesai. Dan, kata-katakulah yang benar.”
Setelah Gally tak mengatakan apa-apa lagi, Newt menunjuk
Minho. “Lanjutkan, yang terakhir.”
Thomas merasa lega karena akhirnya giliran Minho tiba; dia
pasti akan membelanya habis-habisan.
Minho berdiri dengan cepat, membuat semua orang terperanjat.
“Aku yang berada di luar sana; aku melihat apa yang dilakukannya—dia tetap
berjuang keras, sementara aku bertindak seperti pengecut. Tak perlu panjang
lebar seperti Gally. Aku ingin menyampaikan rekomendasiku dan tekadku sudah
bulat.”
Thomah menahan napas, mengira-ngira apa yang akan
dikatakannya.
“Bagus,” kata Newt. “Kalau begitu, katakan kepada kami.”
Minho memandang Thomas. “Aku mencalonkan dia sebagai
penggantiku menjadi Pengawas para Pelari.”[]
No comments:
Post a Comment