Penulis: James Dashner
26
THOMAS duduk membeku di kursinya, lambungnya mulai terasa
mual seolah bergolak. Dia telah mengalami segala macam perasaan dalam waktu
singkat sejak kali pertama tiba di Glade. Takut, kesepian, putus asa, sedih,
bahkan sekilas rasa gembira. Namun, kali ini adalah hal yang baru—mendengar
seseorang yang menyatakan kebenciannya hingga dia ingin membunuhmu.
Gally itu sinting,
dia menenangkan dirinya sendiri. Dia
benar-benar gila. Namun, pemikiran itu meningkatkan kecemasannya.
Orang-orang gila sanggup melakukan apa saja.
Semua anggota Dewan tetap berdiri atau duduk tanpa bersuara,
sepertinya sama terguncangnya dengan Thomas melihat kejadian barusan, Newt dan
Winston akhirnya melepaskan Minho; mereka bertiga berjalan dengan menahan emosi
ke kursi masing-masing dan duduk.
“Akhirnya, dia pergi juga,” kata Minho, nyaris berbisik.
Thomas tidak tahu apakah dia bermaksud agar anak-anak yang lain mendengarnya.
“Ya, kau bukanlah malaikat di ruangan ini,” kata Newt. “Apa,
sih, yang kau pikirkan? Itu tadi agak
berlebihan, kan?”
Minho mengernyit dan menarik kepalanya ke belakang, seolah
tak percaya mendengar pertanyaan Newt. “Jangan katakan omong kosong itu. Kalian
semua pasti senang melihat pembual itu pergi, dan kau tahu itu. Hanya soal
waktu hingga ada orang yang berani melawannya.”
“Dia termasuk anggota Dewan karena alasan tertentu,” kata
Newt.
“He, dia mengancam akan mematahkan leherku dan membunuh
Thomas! Orang itu sakit jiwa, dan kau sebaiknya mengutus orang secepatnya untuk
menjebloskan dia ke dalam Tahanan. Dia berbahaya.”
Thomas sangat menyetujuinya dan sekali lagi hampir melanggar
perintah untuk tidak berbicara, tetapi segera menahan diri. Dia tak ingin
menambah masalah yang sudah melibatkannya—tetapi dia tak tahu berapa lama dia
sanggup bertahan.
“Mungkin ada pendapatnya yang masuk akal,” kata Winston,
sangat lirih.
“Apa?” tanya Minho, seperti yang ada dalam pikrian Thomas.
Winston tampak terkejut mengetahui ada yang mendengar
gumamannya. Dia memandang seisi ruangan sebelum menjelaskan. “Ya ... dia sudah pernah mengalami Perubahan—Griever
menyengatnya pada tengah hari tepat di luar Pintu Barat. Artinya, dia
mendapatkan ingatan-ingatan lama, dan dia bilang Anak-Bawang ini terlihat tak
asing. Untuk apa dia mengarang cerita seperti itu?”
Thomas memikirkan tentang Perubahan, dan kenyataan bahwa
proses itu akan mengembalikan kenangan-kenangan lama. Gagasan itu belum pernah
dipikirkannya sebelumnya, tetapi apakah layak disengat oleh para Griever,
kemudian mengalami proses menakutkan itu, hanya untuk mengingat sesuatu? Dia
membayangkan Ben menggeliat kesakitan di pembaringan dan teringat
jeritan-jeritan Alby. Sangat tidak layak,
pikirnya.
“Winston, tidakkah kau lihat
yang baru saja terjadi?” tanya Frypan, tampak tak percaya. “Gally itu gila. Kau
tak akan tahan mendengar omong kosongnya. Jadi, kau pikir Thomas ini Griever
yang menyamar?”
Dengan aturan Dewan atau tanpa aturan Dewan, Thomas akhirnya
merasa sudah cukup. Dia tak sanggup lagi diam saja.
“Bolehkah aku berbicara sekarang?” dia bertanya, suaranya bernada
putus asa. “Aku lelah mendengarkan kalian membicarakanku seolah aku tidak hadir
di sini.”
Newt menoleh kepadanya dan mengangguk. “Boleh. Pertemuan ini
tak akan lebih buruk lagi.”
Thomas segera menghimpun pikiran-pikirannya, menyusun
kata-kata yang tepat di tengah gelombang rasa frustrasi, bingung, dan marah.
“Aku tidak tahu kenapa Gally membenciku. Aku tak peduli. Menurutku, dia itu
sinting. Dan, mengenai diriku, kalian
semua tahu sama banyaknya denganku. Tapi, seingatku, kita semua berada di sini
karena apa yang kulakukan di Maze,
bukan karena beberapa anak bodoh yang menganggapku jahat.”
Seseorang tertawa dan Thomas berhenti berbicara, berharap
dia telah menyampaikan pendapatnya dengan tepat.
Newt mengangguk, tampak puas. “Bagus. Ayo kita mulai
pertemuan kita dan memikirkan Gally nanti.”
“Kita tak bisa mengambil suara tanpa semua anggota di sini,”
Winston berkeras. “Kecuali mereka benar-benar sakit, seperti Alby.”
“Atas perhatianmu itu, Winston,” sahut Newt, “kurasa Gally
juga agak kurang sehat hari ini, jadi kita akan teruskan tanpa dia. Thomas,
sampaikan pendapatmu dan kemudian kita akan mengambil keputusan tentang apa
yang harus kami lakukan kepadamu.”
Thomas baru menyadari jika tangannya terkepal di
pangkuannya. Dia membukanya dan mengusapkan telapak tangannya yang berkeringat
pada celananya. Kemudian dia mulai, tampak ragu-ragu sebelum berbicara.
“Aku tidak berbuat kesalahan. Aku hanya melihat dua orang
sedang berjuang masuk melewati tembok-tembok itu dan mereka tidak berhasil.
Mengabaikan hal itu hanya karena beberapa peraturan konyol menurutku adalah
egois, tindakan pengecut, dan ... ya, bodoh. Jika kau ingin menahanku karena
menyelamatkan nyawa orang lain, silakan saja. Kali lain aku berjanji hanya akan
menuding dan menertawakan mereka, lalu pergi menyantap makan malam Frypan.”
Thomas tidak bermaksud melucu. Dia hanya merasa tak habis
pikir bahwa hal seperti ini menjadi masalah.
“Ini rekomendasiku,” kata Newt. “Kau melanggar Aturan Nomor
Satu kami, jadi kau mendapat ganjaran satu hari di Tahanan. Itu hukumanmu. Aku
juga memutuskan kami memilihmu sebagai Pelari, berlaku efektif segera setelah
pertemuan ini berakhir. Kau telah membuktikan banyak hal dalam semalam
ketimbang sebagian besar yang calom pelari lakukan selama berminggu-minggu. Lupakan
ide tentang menjadi Pengawas.” Dia menoleh kepada Minho. “Gally benar—itu ide
yang buruk.”
Komentar itu menyakiti perasaan Thomas meskipun dia tak
mampu membantahnya. Dia menoleh kepada Minho untuk melihat reaksinya.
Sang Pengawas itu sepertinya tidak terkejut, tetapi juga
membantah. “Kenapa tidak? Dia anak terbaik yang kita miliki—sumpah. Anak
terbaik seharusnya menjadi Pengawas.”
“Baik,” Newt menanggapi. “Jika itu benar, kita bisa
mengubahnya nanti. Kita tunggu sebulan lagi dan lihat apakah dia dapat
membuktikan diri.”
Minho mengangkat bahu. “Bagus.”
Thomas diam-diam menarik napas lega. Dia tetap ingin menjadi
Pelari—hal inii mengejutkannya, mengingat semua kejadian yang telah dialaminya
dalam Maze—tetapi untuk langsung
menjadi seorang Pengawas terdengar menggelikan.
Newt mengedarkan pandangan ke seisi raungan. “Oke, kita
mendapatkan beberapa usulan, jadi mari kita lihat—”
“Oh, ayolah,” sela Frypan. “Langsung saja pengambilan suara.
Aku memilih usulmu.”
“Aku juga,” kata Minho.
Anak-anak yang lain bersahutan menyatakan persetujuan
mereka, membuat Thomas diliputi rasa lega dan setitik kebanggaan. Winston
adalah satu-satunya anak yang mengatakan tidak.
Winston memandang Thomas berhati-hati, kemudian menoleh
kepada Newt. “Tak masalah buatku, tapi kita tidak seharusnya sama sekali
mengabaikan kata-kata Gally. Ada sesuatu yang mengganjal—kurasa sikapnya tidak
dibuat-buat. Dan, memang benar bahwa sejak Thomas datang ke sini, segalanya
menjadi kacau dan aneh.”
“Cukup adil,” kata Newt. “Semua orang juga berpikir sama
mengenai itu—mungkin setelah keadaan cukup tenang, kita bisa mengadakan
Pertemuan lagi untuk membicarakannya. Setuju?”
Winston mengangguk.
Thomas mengerang karena dia menjadi seolah tak terlihat.
“Aku senang sekali kalian membicarakan aku seakan-akan aku tidak ada di sini.”
“Dengar, Tommy,” kata Newt. “Kami baru saja memilihmu
menjadi seorang Pelari. Berhentilah merengek dan keluar dari sini. Minho punya
banyak latihan untukmu.”
Thomas kini tersadar kembali. Dia akan menjadi seorang Pelari,
yang menjelajahi Maze. Di luar segala
yang telah terjadi, dia merasa bergairah karena semangat; dia yakin mereka
tidak akan lagi terjebak di sana saat malam hari. Mungkin dia telah menemukan
caranya dan mengubah nasib buruk. “Bagaimana dengan hukumanku?”
“Besok,” jawab Newt. “Mulai dari bangun tidur sampai
matahari terbenam.”
Satu hari, pikir
Thomas. Itu tak terlalu buruk.
Pertemuan dibubarkan dan semua orang kecuali Newt dan Minho
tergesa-gesa meninggalkan ruangan. Newt belum beranjak dari kursinya,
mengetuk-ngetuk catatannya. “Ya, tadi pertemuan yang menyenangkan,” gumamnya.
Minho menghampiri dan meninju main-main lengan Thomas.
“Semua gara-gara anak ini.”
Thomas balik meninjunya. “Seorang Pengawas? Kau ingin aku
jadi Pengawas? Lama-lama kau lebih sinting daripada Gally.”
Minho menirukan senyum licik. “Tapi berhasil, kan? Sebutkan
sasaran yang tinggi, dapatkan yang dibawahnya. Kau harus berterima kasih
kepadaku nanti.”
Thomas tak bisa menahan senyum mendengar rencana pintar
tentang Pengawas itu. Sebuah ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya—dia
berputar untuk melihatnya. Chuck berdiri di sana, seolah-olah baru saja dikejar
oleh Griever. Cengiran Thomas menghilang.
“Ada masalah apa?” tanya Newt, berdiri. Nada suaranya
semakin membangkitkan rasa ingin tahu Thomas.
Chuck meremas-remas tangannya. “Anak-anak-medis mengutusku.”
“Kenapa?”
“Kurasa Alby mengamuk dan bertingkah seperti orang gila, dia
bilang ingin bicara dengan seseorang.”
Newt beranjak ke arah pintu, tetapi Chuck mengangkat
tangannya. “Eng ... dia bukan ingin bicara denganmu.”
“Apa maksudmu?”
Chuck menunjuk Thomas. “Alby terus-menerus memanggil dia.”[]
No comments:
Post a Comment