The Maze Runner (The Maze Runner #1) (23)

Penulis: James Dashner

23


THOMAS memikirkan Alby cukup lama dan bersungguh-sungguh. Sepertinya tindakannya menyelamatkan anak itu adalah sebuah kemenangan, membawanya kembali setelah semalam berada di Maze. Namun, apakah ini setimpal? Sekarang anak laki-laki itu mengalamai sakit yang parah, melewati hal yang juga dialami Ben. Dan, bagaimana jika dia menjadi segila Ben? Pikirannya semakin berkecamuk.

Senja turun di Glade dan jeritan Alby terus bergaung menghantui udara. Mustahil melarikan diri dari suara mengerikan itu, bahkan setelah Thomas akhirnya meminta para Anak-medis membiarkannya pergi—letih, kesakitan, dibalut perban, tetapi tak sanggup mendengarkan raungan memilukan pemimpin mereka yang terasa menusuk-nusuk. Newt berkeras menolak ketika Thomas ingin bertemu dengan anak yang telah diselamatkannya dengan mempertaruhnya hidupnya itu. Itu hanya akan memperburuknya, kata Newt, dan pendapatnya tak bisa digoyahkan.

Thomas merasa terlalu lelah untuk berdebat. Dia tak membayangkan akan merasa begitu letih meskipun telah tidur selama beberapa jam. Tubuhnya masih terlalu sakit untuk melakukan apa pun setelah itu, dan menghabiskan sebagian besar waktu hari itu di atas bangku di perbatasan Tempat-orang-mati, tenggelam dalam keputusasaan. Rasa gembira karena berhasil lolos menguap dengan cepat, menyisakan rasa perih dan pikiran-pikiran tentang kehidupan barunya di Glade. Setiap jengkal ototnya terasa sakit; luka sobek dan memar tersebar mulai dari kepala hingga ujung kaki. Namun, itu bahkan tidak seburuk beban berat emosional tentang segala yang telah dilaluinya semalam. Seakan-akan semua kenyataan hidup di sana akhirnya menetap di pikirannya, seperti mendengar diagnosis akhir dari jaringan penyakit kanker.

Bagaimana mungkin ada orang yang bahagia dengan hidup seperti ini? batinnya. Kemudian, Bagaimana bisa ada orang yang begitu kejam melakukan semua ini pada kami? Dia kini jauh lebih memahami semangat para Glader untuk menemukan jalan keluar dari Maze. Ini bukan sekadar soal melarikan diri. Untuk kali pertama, dia merasakan keinginan untuk membalas orang-orang yang bertanggung jawab mengirimnya ke sini.

Akan tetapi, pikiran-pikiran itu hanya berujung pada keputusasaan yang belakangan ini sering melanda dirinya. Jika Newt dan yang lain belum berhasil menemukan jalan keluar Maze setelah dua tahun pencarian, sepertinya mustahil akan adanya sebuah pemecahan. Kenyataan bahwa para Glader tidak menyerah telah menjelaskan lebih banyak tentang orang-orang ini daripada hal lain.

Dan, kini dia adalah bagian dari mereka.

Inilah kehidupanku, pikirnya. Tinggal di dalam sebuah maze raksasa, dikelilingi monster-moster mengerikan. Kesedihan mulai menjalarinya bagai racun yang mematikan. Jeritan-jeritan Alby, kini samar-samar meskipun masih terdengar, membuat segalanya semakin buruk. Dia harus menutup kedua telinganya kuat-kuat setiap kali mendengarnya.

Tanpa terasa, hari menjelang akhir, dan matahari yang terbenam mengiringi keempat Pintu bergesr menutup malam itu. Thomas masih belum mengingat kehidupannya sebelum berada dalam Kotak, tetapi dia merasa yakin telah mengalami 24 jam terburuknya sepanjang hidup.

Setelah hari gelap, Chuck datang membawa makan malam dan segelas besar air dingin.

Trims,” kata Thomas, merasakan semburan kehangatan terhadap anak itu. Dia menusuk daging dan mi dari piring secepat yang bisa dilakukan tangannya yang nyeri. “Aku lapar sekali,” dia bergumam dengan mulut penuh makanan. Dia minum dengan rakus, kemudian kembali melahap makanannya. Dia tak menyadari betapa lapar dirinya hingga mulai menyantap makanan itu.

“Kau ini menjijikkan kalau sedang makan,” kata Chuck, duduk di bangku sebelahnya. “Seperti sedang menonton babi kelaparan yang memakan kotorannya sendiri.”

“Lucu sekali,” kata Thomas, suaranya terdengar sini. “Seharusnya kau menghibur para Griever dengan leluconmu—lihat apakah mereka tertawa.”

Ekspresi terluka sekilas membayang di wajah Chuck, membuat Thomas merasatak enak, tetapi raut Chuck kembali seperti semula sesaat kemudian. “Aku jadi teringat—kau jadi pembicaraan semua orang.”

Thoma dududk lebih tegak, tak yakin dengan perasaannya untuk mendengar kabar itu. “Pembicaraan macam apa?”

“Oh, astaga, coba kupikir dulu. Pertama, kau keluar ke Maze padahal itu dilarang, pada malam hari. Kemudian, kau bertingkah seperti anak rimba yang aneh, memanjat tanaman ivy dan mengikat seorang anak di tembok. Lalu, kau menjadi salah satu dari orang-orang yang pernah bertahan hidup semalaman di luar Glade, dan di atas semuanya kau telah membunuh empat Griever. Aku tak bisa membayangkan apa isi pembicaraan semua orang.”

Rasa bangga awalnya mengaliri tubuh Thomas, tetapi kemudian memudar. Thomas merasa muak dengan kebahagiaan yang sempat dirasakannya. Alby masih terbaring tak berdaya, menjerit kesakitan—barangkali berharap mati saja. “Mengakali mereka agar jatuh dari Tebing adalah ide Minho, bukan ideku.”

“Bukan dari dia. Dia melihatmu menunggu-dan-menghindar dari makhluk itu, kemudian itu memancing idenya untuk melakukan hal yang sama di Tebing.”

“Menunggu-dan-menghindar?” ulang Thomas, memutar bola matanya. “Anak paling bodoh di dunia pun akan melakukan hal seperti itu.”

“Nggak usah sok merendahkan diri kepada kami—yang sudah kau lakukan kemarin benar-benar luar biasa. Kalian berdua—kau dan Minho.”

Thomas melempar sebuah piring ke tanah, mendadak marah. “Lalu, kenapa aku merasa sangat menyedihkan, Chuck? Kau bisa menjawabnya?”

Thomas menatap Chuck meminta jawaban, tetapi Chuck hanya terdiam. Thomas berlutut dengan bertumpu pada tangannya yang mengepal, kepalanya tertunduk. Akhirnya, dengan suara rendah, dia bergumam, “Keadaan kita memang menyedihkan.”

Mereka duduk dalam diam hingga, beberapa menit kemudian, Newt datang, seperti orang mati berjalan. Dia duduk di tanah di depan mereka, terlihat sangat sedih dan cemas. Meskipun demikian, Thomas merasa senang dia bergabung.

“Kurasa bagian terburuk sudah lewat,” kata Newt. “Anak itu akan tidur selama beberapa hari lagi, dan bakal lebih baik ketika bangun. Mungkin masih menjerit sekali-sekali.”

Thomas tak mampu membayangkan seluruh penderitaan itu—tetapi proses keseluruhan Perubahan masih menjadi misteri baginya. Dia menoleh ke arah anak yang lebih tua itu, mencoba tampak biasa. “Newt, apa yang sedang dialaminya di atas sana? Sungguh, aku tidak mengerti soal Perubahan ini.”

Jawaban Newt mengejutkan Thomas. “Kau pikir kami tahu?” Dia meludah, mengangkat kedua tangannya, kemudian menepuk lutur dengan keras. “Yang kami tahu hanyalah bahwa para Griever itu menggigitmu dengan jarum-jarum yang mengerikan, dan kau harus menyuntikkan Serum Duka atau jika tidak, kau akan mati. Jika Serum itu disuntikkan, tubuhmu akan kesakitan dengan gemetar, kulitmu menggelembung dan berubah warna menjadi hijau menakutkan, dan kau akan muntah-muntah. Penjelasan ini sudah cukup untukmu, Tommy?”

Thomas mengernyit. Dia tidak ingin membuat Newt semakin kesal dari sebelumnya, tetapi dia membutuhkan beberapa jawaban. “He, aku tahu rasanya mual melihat temanmu melewati hal itu, tapi aku hanya ingin tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi di atas. Kenapa kalian menyebutnya Perubahan?”

Newt mengendur, seolah mengerut, dan mendesah. “Proses itu mengembalikan kenangan-kenangan. Hanya berupa potongan-potongan, tapi ingatan-ingatan nyata sebelum kita datang ke tempat mengerikan ini. Semua yang melalui proses ini bertingkah seperti orang gila setelah selesai—meskiipun tak seburuk Ben. Itu seperti kehidupan lamamu yang datang lagi, tetapi hanya untuk direnggut kembali.”

Benak Thomas berpikir. “Kau yakin?” tanyanya.

Newt tampak bingung. “Apa maksudmu? Yakin tentang apa?”

“Apakah mereka berubah karena mereka ingin kembali ke kehidupan yang lama, atau karena mereka sangat depresi menyadari bahwa kehidupan lama mereka tak lebih baik daripada yang mereka miliki kini?”

Newt memandangnya sejenak, kemudian berpaling, tampak berpikir. “Anak-anak yang pernah mengalaminya tidak pernah ingin membicarakannya. Mereka jadi ... berbeda. Tak sama lagi. Ada beberapa dari mereka di Glade, tapi aku tak tahan berada di dekat mereka.” Suaranya mengecil, matanya menerawang ke arah tempat kosong di hutan. Thomas tahu dia sedang memikirkan bagaimana Alby akan menjadi tak sama lagi.

“Itu benar,” Chuck ikut berbicara. “Gally adalah yang paling parah.”

“Ada kabar terbaru tentang anak perempuan itu?” tanya Thomas, mengganti topik pembicaraan. Dia tak ingin membicarakan Gally. Lagi pula, pikirannya selalu kembali kepada gadis ini. “Aku melihat Anak-anak-medis menyuapinya di lantai atas.”

“Tidak ada,” kata Newt. “Masih koma, atau entah apa namanya. Kadang-kadang dia bergumam sesuatu—yang tak masuk akal, seperti mengigau. Dia mau menyantap makanannya, seperti tidak ada masalah. Aneh.”

Selama beberapa saat semua terdiam, seolah mereka bertiga sedang berusaha mencari penjelasan mengenai gadis itu. Thomas kembali teringat perasaannya yang tak dimengerti tentang hubungannya dengan anak perempuan itu meskipun sudah agak berkurang—tetapi itu bisa jadi disebabkan oleh banyak hal lain yang menyita pikirannya.

Newt memecah keheningan itu. “Omong-omong—lihat apa yang telah Tommy lakukan di sini.”

Thomas tersentak, bingung mendengar pernyataan itu. “Yang telah kulakukan? Apa maksudmu?”

Newt berdiri, merentangan kedua tangannya. “Mengubah seluruh tempat ini, Bocah. Setengah Glader menganggapmu Dewa, separuh lainnya ingin menendangmu masuk ke Lubang Kotak. Banyak yang harus dibicarakan.”

“Misalnya tentang apa?” Thomas tidak tahu mana yang lebih membuatnya terguncang—bahwa orang-orang menganggapnya seperti pahlawan, atau bahwa beberapa di antaranya ingin mengusirnya.

“Sabar,” kata Newt. “Kau akan tahu setelah waktu bangun tidur.”

“Besok? Kenapa?” Perasaan Thomas merasa tak nyaman mendengarnya.

“Aku akan mengadakan Pertemuan. Dan, kau akan hadir di sana. Kaulah yang jadi agenda utamanya.”


Dan, setelah mengucapkan itu, dia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Thomas yang keheranan mengapa harus dibutuhkan sebuah Pertemuan hanya untuk membicarakan dirinya.[]


No comments:

Post a Comment