The Maze Runner (The Maze Runner #1) (14)

Penulis: James Dashner

14


THOMAS mengawasi ketika Alby membuka kunci ban leher itu, kemudian melingkarkannya ke leher Ben; Ben akhirnya menengadah tepat saat lingkaran berbahan kulit itu mengunci dnegan suara keras. Matanya berkaca-kaca; ingus keluar dari lubang hidungnya. Para Glader hanya menatapnya, tanpa ada yang berbicara.

“Kumohon, Alby,” Ben memohon, suaranya yang gemetar terdengar menyedihkan, membuat Thomas sulit percaya dia adalah anak yang sama dengan anak kemarin yang mencoba menggigit lehernya. “Aku bersumpah aku hanya merasa sakit kepala karena Perubahan. Aku tak akan pernah berniat membunuh anak itu—kemarin aku hanya kehilangan akal beberapa detik. Kumohon, Alby, kumohon.”

Setiap kata yang keluar dari mulut anak itu seperti sebuah pukulan ke perut Thomas, membuatnya semakin merasa bersalah dan bingung.

Alby tidak mengindahkan Ben; dia menarik ban leher itu untuk memastikannya terkunci dan terikat dengan kuar ke galah. Dia berjalan dengan cepat melewati Ben dan sepanjang galah, mengangkatnya dari permukaan tanah sembari menelusuri panjangnya dengan telapak tangan dan jemarinya. Ketika sampai di ujungnya, dia memegangnya dengan erat dan berbalik menghadap ke kerumunan penonton. Kedua matanya membara, wajah bekernyit marah, bernapas dengan berat—bagi Thomas, dia terlihat jahat.

Dan, di sisi yang berlawanan pemandangannya sungguh ganjil—Ben, gemetar, menangis, dengan ban leher kasar dari bahan kulit tua melingkari lehernya yang pucat dan kurus, terikat dengan galah panjang dan menghubungkannya dengan Alby, sejauh enam meter. Galah aluminium itu agak melengkung di bagian tengah. Bahkan, dari tempat Thomas berdiri, benda itu terlihat kokoh.

Alby berbicara dengan suara keras, hampir seperti dalam acara resmi tak memandang siapa pun dan semua orang pada saat bersamaan. “Ben dari golongan Pembangun, kau telah divonis untuk Pembuangan karena mencoba melakukan pembunuhan terhadap Thomas sang Pendatang-Baru. Para Pengawas telah berembuk, dan keputusan mereka tetap. Dan, kau tidak akan pernah kembali. Selamanya.” Terjadi keheningan yang lama. “Para Pengawas, bersiaplah di posisi kalian di Galah Pembuangan.”

Thomas tidak suka bahwa kaitannya dengan Ben diungkapkan di depan umum—membenci rasa tanggung jawab yang dia rasakan. Menjadi pusat perhatian lagi hanya akan meningkatkan kecurigaan terhadap dirinya. Rasa bersalahnya berubah menjadi kemarahan dan menyalahkan. Lebih dari segalanya, dia hanya ingin Ben pergi, ingin semua ini segera berakhir.

Satu per satu, anak-anak keluar dari kerumunan dan berjalan melewati galah panjang itu; mereka memeganginya dengan dua tangan, mencengkeramnya seakan bersiap-siap untuk maju ke medan perang. Newt adalah salah seorang dari mereka, begitu juga dengan Minho, menegaskan dugaan Thomas bahwa dia adalah Pengawas dari para Pelari. Winston si Penjagal juga ikut mengambil posisi.

Setelah mereka semua menempatkan diri—sepuluh Pengawas berjarak sama di antara Alby dan Ben—udara seolah menjadi tak bergerak dan hening. Satu-satunya suara adalah isakan teredam Ben, yang terus-menerus mengusap hidung dan matanya. Dia menengok ke kiri dan kanan meskipun ban lehernya membuatnya tak bisa melihat galah dan para Pengawas di belakangnya.

Perasaan Thomas berubah lagi. Sesuatu yang salah jelas terjadi kepada Ben. Kenapa dia harus menerima nasib ini? Tak adalah sesuatu yang bisa dilakukan padanya? Akankah Thomas menghabiskan sisa hari-harinya dengan merasa bertanggung jawab? Akhiri ini, dia menjerit di dalam kepalanya. Tolong akhiri semua ini!

“Kumohon,” kata Ben, suaranya kian terdengar putus asa. “Kumohooon! Siapa pun, tolong aku! Kalian tak bisa melakukan ini kepadaku!”

Diam!” Alby meraung dari belakang.

Akan tetapi, Ben tak mengindahkannya, terus memohon pertolongan sambil mulai menarik ban kulit yang melingkari lehernya. “Tolong hentikan mereka! Tolong aku! Kumohon!” Dia memandang kalut dari satu anak ke anak lain, memohon dengan tatapan matanya. Tentu, semua orang menghindari pandangannya. Thomas dengan cepat berpindah ke belakang seorang anak yang lebih itnggi untuk menghindari pertemuan pandangannya sendiri dengan Ben. Aku tak bisa menatap mata itu lagi, pikirnya.

“Jika kami melepaskan anak-anak tak berguna sepertimu dari galah itu,” kata Alby, “kami tak akan pernah bisa bertahan sedemikian lama. Pengawas, bersiaplah.”

“Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak,” ujar Ben, terengah-engah. “Aku bersumpah akan melakukan apa pun! Aku bersumpah tak akan pernah melakukannya lagi! Kumohooo—”

Tangisannya yang melengking terputus oleh suara derak bergemuruh Pintu Timur yang mulai menutup. Percikan bunga api terlihat dari lantai batu saat tembok raksasa sebelah kanan bergeser ke kiri, menggerung bergemuruh ketika bergerak menutup Glade dari Maze untuk malam ini. tanah di bawah mereka bergetar, dan Thomas tidak tahu apakah dia sanggup menyaksikan hal yang dia perkirakan akan terjadi selanjutnya.

“Semua Pengawas, sekarang!” teriak Alby.

Kepala Ben tersentak ke belakang ketika dia didorong maju, para Pengawas mendorong galah itu ke arah Maze di luar Glade. Suara tangisan melengking menyembur dari kerongkongan Ben, lebih nyaring daripada suara Pintu yang sedang menutup. Dia berlutut, tetapi disentakkan berdiri kembali oleh Pengawas di depan, seorang anak laki-laki bertubuh kekar dengan rambut hitam dan wajah menggertak.

Tidaaak!” Ben menjerit, ludah berhamburan dari mulutnya saat dia digelandang maju, mencakar-cakr ban lehernya. Namun, gabungan kekuatan dari semua Pengawas jauh melebihinya, memaksa anak yang bersalah itu semakin dekat dan semakin dekat ke tepi Glade, bersamaan dengan tembok sebelah kanan yang juga hampir mencapainya. “Tidaaak!” dia menjerit lagi, dan lagi.

Dia mencoba menjejakkan kaki kuat-kuat di ambang pintu, tetapi hanya bertahan sedetik; galah itu mengirimnya masuk ke Maze dengan satu sentakan. Dalam sekejap dia telah berada sekitar satu meter di luar Glade, mengentak-entakkan tubuh ke segala arah sambil berusaha melepaskan diri dari ban leher. Tembok-tembok Pintu tinggal beberapa detik lagi akan menutup rapat.

Dengan satu usaha terakhir yang sengit Ben akhirnya sanggup memutar lehernya di lingkaran ban kulit itu hingga kini seluruh tubuhnya berbalik menghadap para Glader. Thomas tak percaya dia masih berusaha memohon pertolongan—kegilaan di mata Ben, ludah yang berhamburan dari mulutnya, kulit pucatnya mengencang di atas pembuluh darah dan tulang-tulangnya. Dia terlihat sama asingnya dengan apa pun yang dapat dibayangkan Thomas.

Tahan!” Alby berteriak.

Ben kini mejerit, tanpa jeda, suaranya sangat memekakkan hingga Thomas harus menutup telinganya. Itu jeritan yang gila dan di luar batas kemampuan manusia, jelas membuat pecah pita suaranya. Pada detik terakhir, Pengawas yang berada di depan entah bagaimana melepaskan galah yang lebih besar bagian yang terikat pada Ben dan menyentakkannya lagi ke dalam Glade, meninggalkan anak laki-laki itu menuju Pembuangannya. Jeritan terakhir Ben terputus ketika tembok-tembok menutup dengan suara berdebum mengerikan.


Thomas memejamkan mata kuat-kuat dan terkejut ketika merasakan air mata mengalir di pipinya.[]


No comments:

Post a Comment