The Maze Runner (The Maze Runner #1) (19)

Penulis: James Dashner 

19


THOMAS memandang dengan ngeri ke arah makhluk raksasa yang bergerak di lorong panjang Maze itu.

Makhluk itu seperti sebuah hasil percobaan yang salah besar—sesuatu yang datang dari mimpi buruk. Dengan tubuh sebagian hewan, sebagian mesin, Griever itu menggelinding dan bergemeretak di sepanjang jalan berbatu. Tubuhnya menyerupai siput raksasa, hanya ditumbuhi sedikit bulu dan berkilat berlumuran lendir, berdenyut aneh naik dan turun saat ia bernapas. Tidak dapat dibedakan bagian kepala dan ekornya, tetapi panjangnya kira-kira dua meter, dengan tebal kira-kira satu setengah meter.

Setiap sepuluh hingga lima belas detik, paku-paku besi tajam mencuat keluar dari dagingnya yang menggelembung dan seluruh tubuh makhluk itu tiba-tiba bergelung membentuk bola dan menggelinding maju. Kemudian, ia akan berhenti, sepertinya mengumpulkan keseimbangan, paku-pakunya kembali masuk ke kulit yang basah dengan bunyi menyedot yang menjijikkan. Ia melakukannya berulang-ulang, berjalan hanya beberapa meter setiap waktu.

Akan tetapi, bukan hanya bulu dan paku-paku yang bertonjolan keluar dari tubuh sang Griever. Beberapa lengan mekanik mencuat secara acak di beberapa tempat, masing-masing memiliki kegunaan tersendiri. Beberapa di antaranya dipasangi lampu terang. Yang lain mempunyai jarum-jarum panjang dan tampak mengancam. Salah satunya memiliki cakar berjari tiga yang mengatup-ngatup dengan alasan yang belum jelas. Ketika makhluk itu menggelinding, lengan-lengan ini melipat dan mengatur gerakan agar terhindar dari tabrakan. Thomas bertanya-tanya apakah—atau siapakah—yang menciptakan makhluk-makhluk mengerikan dan menjijikkan seperti itu.

Sumber semua bunyi yang selama ini didengarnya kini masuk akal. Ketika sang Griever berguling, ia menimbulkan bunyi logam berdesing, seperti mata pisau gergaji yang berputar. Paku-paku dan lengan-lengannya menjelaskan bunyi klakklik yang mengerikan, suara logam yang beradu dengan batu. Namun, yang paling membuat Thomas menggigil adalah suara merintih menyeramkan yang entah bagaimana dikeluarkan oleh makhluk itu ketika ia duduk diam, seperti suara orang-orang sekarat dalam pertempuran.

Setelah melihat keseluruhan sosoknya kini—monster beserta suara-suaranya—Thomas tak mampu memikirkan mimpi terburuk mana pun yang dapat menandingi makhluk mengerikan yang kini tengah menuju arahnya. Anak laki-laki itu berusaha menekan rasa takutnya, memaksa dirinya tetap diam, bergantung di sulur-suluran tanaman. Dia yakin harapan mereka satu-satunya adalah berusaha tidak ketahuan.

Mungkin ia tak akan melihat kami, pikirnya. Mungkin. Namun, dia teringat sesuatu yang membuatnya mencelus seolah ada sebuah batu yang menghantam perutnya. Serangga mesin itu telah menunjukkan posisi dirinya.

Griever itu berguling dan mengeluarkan suara klakklik yang semakin mendekat, berjalan zig-zag, mengerang dan berdesing. Setiap kali ia berhenti, tangan-tangan besinya membuka dan bergerak ke segala arah, seperti robot penjelajah di sebuah planet asing mencari tanda-tanda kehidupan. Lampu-lampunya membentuk bayang-bayang menakutkan di seluruh penjuru Maze. Sebuah ingatan samar mendesak-desak ingin keluar dari bilik terkunci dalam pikiran Thomas—bayang-bayang di tembok-tembok ketika dia masih kecil, yang membuatnya takut. Dia ingin sekali kembali ke tempat itu, berlari menemui ibu dan ayah yang diharapkannya masih hidup, entah di mana, yang merindukannya, dan mencari-carinya.

Mendadak bau yang menyengat menyerbu indra penciumannya; campuran memualkan antara bau mesin-mesin yang terlalu panas dan daging terbakar. Dia tak percaya ada orang yang sanggup membuat sesuatu yang  mengerikan seperti ini dan menyuruhnya mengejar anak-anak.

Mencoba tak memikirkannya, Thomas memejamkan mata beberapa saat dan memusatkan pikiran untuk tetap tak bergerak dan diam. Makhluk itu terus mendekat.

Dzzziiiing

Klik-klik-klik

Dzzziiiing

Klik-klik-klik

Thomas mengintip ke bawah tanpa menggerakkan kepalanya—Griever itu akhirnya mencapai tembok tempatnya dan Alby tergantung. Ia terdiam di dekat Pintu tertutup yang menuju Glade, hanya beberapa meter di sebelah kanan Thomas.

Pergilah ke arah lain, Thomas memohon tanpa bersuara.

Berbaliklah

Pergi.

Ke sana.

Kumohon!

Paku-paku Griever itu muncul keluar; tubuhnya menggelinding menuju Thomas dan Alby.

Dzzziiiing.

Klik-klik-klik.

Makhluk itu berhenti, kemudian berguling sekali lagi, langsung menuju tembok.

Thomas menahan napas, tak berani membuat suara sekecil apa pun. Griever itu kini duduk tepat di bawah mereka. Thomas ingin sekali melihat ke bawah, tetapi dia tahu gerakan apa pun akan membuatnya ketahuan. Cahaya lampu makhluk itu menyinari sekelilingnya, secara acak, tidak pernah berhenti di satu titik tertentu.

Kemudian, tiba-tiba, semua lampu padam.

Dunia seketika berubah gelap dan hening. Seolah-olah makhluk itu telah dimatikan. Ia tak bergerak, tak bersuara—bahkan rintihan menyeramkannya juga berhenti sama sekali. Dan, tanpa sinar sama sekali, Thomas tak dapat melihat apa pun.

Dia benar-benar buta.

Anak laki-laki itu bernapas perlahan-lahan, jantungnya yang berpacu benar-benar membutuhkan oksigen. Bisakah makhluk itu mendengarnya? Mengendusnya? Keringat membanjiri rambut, tangan, pakaian, semuanya. Rasa takut yang belum pernah dialaminya meluap-luap hingga hampir membuatnya kehilangan akal.

Belum ada yang terjadi. Tak ada gerakan, tak ada sinar, tak ada suara. Menunggu dengan menebak-nebak gerakan makhluk itu selanjutnya membuat Thomas sangat gelisah.

Detik demi detik berlalu. Menit demi menit. Belitan tanaman merambat di tubuh Thomas mengencang—dadanya mati rasa. Anak laki-laki itu ingin menjerit ke monster di bawahnya: Bunuh saja aku atau kembalilah ke lubang persembunyianmu!

Kemudian, dengan sorotan lampu dan suara yang muncul tiba-tiba, Griever itu hidup lagi, berdesing dan berbunyi klak-klik.


Dan, makhluk itu mulai memanjat tembok.[]

No comments:

Post a Comment