Allegiant (Divergent #3) (2)

Penulis : Veronica Roth

“Evelyn ada  benarnya,” ujar Christina seraya menggenggam tabung obatnya. “Aku bukannya tidak mau pergi dari kota ini dan melihat apa yang ada di luar sana, tapi masalah kita ini dan melihat apa yang ada di luar sana, tapi masalah kita di sini cukup banyak. Bagaimana mungkin kita menolong orang yang belum pernah kita temui?”

Tris mempertimbangkan itu. “Aku tak tahu,” ia mengakui.

Jam tanganku menunjukkan pukul tiga. Aku sudah terlalu lama di sini—terlalu lama sehingga bisa-bisa Evelyn curiga. Tadi aku bilang kepadanya bahwa aku akan memutuskan hubungan dengan Tris, dan juga itu tidak akan lama. Aku tidak yakin Evelyn memercayaiku.

Aku berkata,  “Dengar, aku ke sini untuk memperingatkan kalian—mereka mulai mengadakan sidang bagi para tawanan. Mereka akan menyuntikkan serum kejujuran kepada kalian semua dan kalau serum itu berfungsi, kalian akan dihukum karena melakukan pengkhianatan. Kupikir sebaiknya kita menghindari itu.”

“Dihukum karena melakukan pengkhianatan?” cemooh Tris. “Bagaimana mungkin mengungkapkan kebenaran ke seluruh warga kota dianggap pengkhiatan?”

“Karena tindakan itu sama dengan sikap membangkang terhadap pemimpin,” jawabku. “Evelyn dan pengikutnya tidak ingin meninggalkan kota ini. Mereka tidak akan mengucapkan terima kasih karena kau menunjukkan video itu.”

“Mereka sama saja dengan Jeanine!” rutuk Tris sambil mengepalkan tangan geram, ingin meninju sesuatu tapi tidak ada yang dapat dipukul. “Mau melakukan apa saja demi memberangus kebenaran, dan untuk apa? Untuk jadi raja di dunia kecil mungil mereka? Konyol.”

Aku tidak ingin mengucapkannya, tapi sebagian diriku sepakat dengan ibuku. Aku tidak berutang apa pun pada orang-orang di luar kota ini. Aku tidak berutang apa pun pada orang-orang di luar kota ini. Tak perlu aku ini Divergent atau bukan, aku tak yakin ingin menawarkan diriku kepada mereka untuk memecahkan masalah kemanusiaan, apa pun  maksudnya itu.

Namun, aku setengah mati ingin pergi, seperti hewan yang ingin meloloskan diri dari perangkap. Liar dan ganas. Siap menggigit menembus tulang.

“Kalaupun itu benar,” kataku dengan hati-hati, “jika serum kejujuran itu berfungsi, kalian bakal dihukum.”

Jika berfungsi?” ulang Cara sambil menyipitkan mata.

“Divergent,” Tris menjawab Cara, sambil menunjuk kepala sendiri. “Ingat?”

“Itu menarik,” komentar Cara sambil menyelipkan kembali seuntai rambut ke sanggulnya yang berada tepat di atas leher. “Tapi tidak lazim. Berdasarkan pengalamanku, biasanya Divergent tidak dapat melawan serum kejujuran. Aku heran mengapa kau bisa.”

“Kau dan semua Erudite lain yang pernah menusukkan jarum ke badanku pasti penasaran,” rutuk Tris kesal.

“Bisa fokus, tolong? Aku berusaha supaya tidak perlu melarikan kalian dari penjara,” kataku. Aku meraih tangan Tris, mencari ketenangan. Ia menggerakkan jemari menyambut tanganku. Kami bukan orang yang mudah saling menyentuh, jadi setiap sentuhan di antara kami terasa penting, menimbulkan aliran energi sekaligus rasa lega.

“Oke, oke,” sahut Tris, kali ini dengan lembut. “Apa rencanamu?”

“Aku akan mengusahakan supaya Evelyn menyuruhmu bersaksi duluan, dari kalian bertiga,” aku menjelaskan. “Yang perlu kau lakukan hanyalah memikirkan kebohongan yang dapat membebaskan Christina dan Cara, lalu mengatakannya ketika kau berada di bawah pengaruh serum kejujuran.”

“Kebohongan macam apa yang memungkinkan itu?”

“Kurasa itu aku serahkan kepadamu,” jawabku. “Karena kau lebih ahli berbohong.”

Begitu mengucapkannya, aku sadar kata-kata itu menyinggung titik sensitif kami berdua. Tris sudah sering membohongiku. Sewaktu di kompleks Erudite, saat Jeanine ingin mengorbankan seorang Divergent, Tris berjanji untuk tidak menantang maut. Namun, ternyata justru itu yang dilakukannya. Ia bilang akan diam di rumah saat Erudite menyerang, tapi kemudian aku melihat di markas Erudite, bekerja sama dengan ayahku. Aku mengerti mengapa Tris melakukan semua itu, tapi itu bukan berarti hubungan kami sudah baik kembali.

Yeah,” kata Tris akhirnya sembari menunduk. “Baiklah, aku akan memikirkan sesuatu.”

Aku memegang lengannya. “Aku akan bicara dengan Evelyn mengenai persidanganmu. Akan kuusahakan supaya dilakukan secepat mungkin.”

“Terima kasih.”

Aku merasakan dorongan, yang sekarang kukenal, untuk melepaskan jiwa dari raga dan berbicara langsung ke hatinya. Aku tersadar desakan ini sama dengan dorongan yang membuatku ingin mengecup Tris setiap kali melihatnya, karena jarak di antara kami meski hanya sejengkal terasa menjengkelkan. Jemari kami yang sesaat tadi bertaut longgar, sekarang menempel erat. Telapak tangannya yang basah karena keringat bertemu dengan telapak tanganku yang kapalan. Saat ini, Tris tampak pucat dan kecil, tetapi matanya membuatku teringat pada langit luas yang tak pernah kulihat tapi selalu kuimpikan.

“Kalau kalian mau bermesraan tolong bilang supaya aku bisa memandang ke tempat lain,” Christina memperingatkan.

“Memang iya,” sahut Tris.

Aku menangkup pipi Tris, menikmati momen kedekatan kami. Menikmati udara yang kami hirup bersama. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu karena rasanya terlalu pribadi. Tapi akhirnya aku tidak peduli.

“Andai kita hanya berdua,” kataku sambil mundur dan keluar dari sel.

Tris tersenyum. “Aku hampir selalu berharap begitu.”

Saat menutup pintu, aku melihat Christina yang pura-pura muntah, Cara yang tertawa, serta tangan Tris yang tergantung lunglai di samping tubuhnya.[]

3
TRIS

“Menurutku kalian semua bodoh.” Tanganku menekuk di pangkuan seperti tangan anak yang sedang tidur. Tubuhku terasa berat akibat pengaruh serum kejujuran. Keringat berkumpul di kelopak mataku. “Kalian seharusnya berterima kasih, bukan menanyaiku.”

“Kami harus berterima kasih karena kau menentang perintah pemimpin faksimu? Berterima kasih karena berusaha mencegah salah satu pemimpin faksimu membunuh Jeanine Matthews? Tindakanmu mirip pemberontak,” Evelyn Johnson meludahkan kata itu bagaikan ular. Kami berada di ruang rapat markas Erudite, tempat sidang dilangsungkan. Setidaknya, sudah satu minggu aku jadi tawanan.

Aku melihat Tobias yang setengah tersembunyi di kegelapan di belakang ibunya. Ia menghindari menatapku sejak aku duduk di kursi ini dan tali plastik yang mengikat pergelangan tanganku diputuskan. Sesaat matanya menatapku, dan aku tahu sekaranglah saatnya berdusta.

Berbohong terasa lebih mudah karena aku tahu aku sanggup melakukannya. Semudah mengenyahkan serum kejujuran yang membebani benakku.

“Aku bukan pengkhianat,” kataku. “Waktu itu, aku percaya Marcus menuruti komando Dauntless-factionless. Karena tidak dapat ikut bertempur sebagai prajurit, dengan senang hati aku membantu melalui cara lain.”

“Mengapa kau tak dapat jadi prajurit?” Sinar lampu berbinar di balik rambut Evelyn. Aku tak dapat melihat wajahnya. Aku juga tak mampu memusatkan perhatian pada satu hal lebih dari satu detik karena serum kejujuran terus mengancam kewarasanku yang tersisa.



No comments:

Post a Comment