Penulis : Veronica Roth
“Evelyn ada
benarnya,” ujar Christina seraya menggenggam tabung obatnya. “Aku
bukannya tidak mau pergi dari kota ini dan melihat apa yang ada di luar sana,
tapi masalah kita ini dan melihat apa yang ada di luar sana, tapi masalah kita
di sini cukup banyak. Bagaimana mungkin kita menolong orang yang belum pernah
kita temui?”
Tris mempertimbangkan itu. “Aku tak tahu,” ia mengakui.
Jam tanganku menunjukkan pukul tiga. Aku sudah terlalu lama
di sini—terlalu lama sehingga bisa-bisa Evelyn curiga. Tadi aku bilang
kepadanya bahwa aku akan memutuskan hubungan dengan Tris, dan juga itu tidak
akan lama. Aku tidak yakin Evelyn memercayaiku.
Aku berkata, “Dengar,
aku ke sini untuk memperingatkan kalian—mereka mulai mengadakan sidang bagi
para tawanan. Mereka akan menyuntikkan serum kejujuran kepada kalian semua dan
kalau serum itu berfungsi, kalian akan dihukum karena melakukan pengkhianatan.
Kupikir sebaiknya kita menghindari itu.”
“Dihukum karena melakukan pengkhianatan?” cemooh Tris. “Bagaimana mungkin mengungkapkan
kebenaran ke seluruh warga kota dianggap pengkhiatan?”
“Karena tindakan itu sama dengan sikap membangkang terhadap
pemimpin,” jawabku. “Evelyn dan pengikutnya tidak ingin meninggalkan kota ini.
Mereka tidak akan mengucapkan terima kasih karena kau menunjukkan video itu.”
“Mereka sama saja dengan Jeanine!” rutuk Tris sambil
mengepalkan tangan geram, ingin meninju sesuatu tapi tidak ada yang dapat
dipukul. “Mau melakukan apa saja demi memberangus kebenaran, dan untuk apa?
Untuk jadi raja di dunia kecil mungil mereka? Konyol.”
Aku tidak ingin mengucapkannya, tapi sebagian diriku sepakat
dengan ibuku. Aku tidak berutang apa pun pada orang-orang di luar kota ini. Aku
tidak berutang apa pun pada orang-orang di luar kota ini. Tak perlu aku ini
Divergent atau bukan, aku tak yakin ingin menawarkan diriku kepada mereka untuk
memecahkan masalah kemanusiaan, apa pun
maksudnya itu.
Namun, aku setengah mati ingin pergi, seperti hewan yang
ingin meloloskan diri dari perangkap. Liar dan ganas. Siap menggigit menembus
tulang.
“Kalaupun itu benar,” kataku dengan hati-hati, “jika serum
kejujuran itu berfungsi, kalian bakal dihukum.”
“Jika berfungsi?”
ulang Cara sambil menyipitkan mata.
“Divergent,” Tris menjawab Cara, sambil menunjuk kepala
sendiri. “Ingat?”
“Itu menarik,” komentar Cara sambil menyelipkan kembali
seuntai rambut ke sanggulnya yang berada tepat di atas leher. “Tapi tidak
lazim. Berdasarkan pengalamanku, biasanya Divergent tidak dapat melawan serum
kejujuran. Aku heran mengapa kau bisa.”
“Kau dan semua Erudite lain yang pernah menusukkan jarum ke
badanku pasti penasaran,” rutuk Tris kesal.
“Bisa fokus, tolong? Aku berusaha supaya tidak perlu
melarikan kalian dari penjara,” kataku. Aku meraih tangan Tris, mencari
ketenangan. Ia menggerakkan jemari menyambut tanganku. Kami bukan orang yang
mudah saling menyentuh, jadi setiap sentuhan di antara kami terasa penting,
menimbulkan aliran energi sekaligus rasa lega.
“Oke, oke,” sahut Tris, kali ini dengan lembut. “Apa
rencanamu?”
“Aku akan mengusahakan supaya Evelyn menyuruhmu bersaksi
duluan, dari kalian bertiga,” aku menjelaskan. “Yang perlu kau lakukan hanyalah
memikirkan kebohongan yang dapat membebaskan Christina dan Cara, lalu
mengatakannya ketika kau berada di bawah pengaruh serum kejujuran.”
“Kebohongan macam apa yang memungkinkan itu?”
“Kurasa itu aku serahkan kepadamu,” jawabku. “Karena kau
lebih ahli berbohong.”
Begitu mengucapkannya, aku sadar kata-kata itu menyinggung
titik sensitif kami berdua. Tris sudah sering membohongiku. Sewaktu di kompleks
Erudite, saat Jeanine ingin mengorbankan seorang Divergent, Tris berjanji untuk
tidak menantang maut. Namun, ternyata justru itu yang dilakukannya. Ia bilang
akan diam di rumah saat Erudite menyerang, tapi kemudian aku melihat di markas
Erudite, bekerja sama dengan ayahku. Aku mengerti mengapa Tris melakukan semua
itu, tapi itu bukan berarti hubungan kami sudah baik kembali.
“Yeah,” kata Tris
akhirnya sembari menunduk. “Baiklah, aku akan memikirkan sesuatu.”
Aku memegang lengannya. “Aku akan bicara dengan Evelyn
mengenai persidanganmu. Akan kuusahakan supaya dilakukan secepat mungkin.”
“Terima kasih.”
Aku merasakan dorongan, yang sekarang kukenal, untuk
melepaskan jiwa dari raga dan berbicara langsung ke hatinya. Aku tersadar
desakan ini sama dengan dorongan yang membuatku ingin mengecup Tris setiap kali
melihatnya, karena jarak di antara kami meski hanya sejengkal terasa
menjengkelkan. Jemari kami yang sesaat tadi bertaut longgar, sekarang menempel
erat. Telapak tangannya yang basah karena keringat bertemu dengan telapak
tanganku yang kapalan. Saat ini, Tris tampak pucat dan kecil, tetapi matanya
membuatku teringat pada langit luas yang tak pernah kulihat tapi selalu
kuimpikan.
“Kalau kalian mau bermesraan tolong bilang supaya aku bisa
memandang ke tempat lain,” Christina memperingatkan.
“Memang iya,” sahut Tris.
Aku menangkup pipi Tris, menikmati momen kedekatan kami.
Menikmati udara yang kami hirup bersama. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi
ragu karena rasanya terlalu pribadi. Tapi akhirnya aku tidak peduli.
“Andai kita hanya berdua,” kataku sambil mundur dan keluar
dari sel.
Tris tersenyum. “Aku hampir selalu berharap begitu.”
Saat menutup pintu, aku melihat Christina yang pura-pura
muntah, Cara yang tertawa, serta tangan Tris yang tergantung lunglai di samping
tubuhnya.[]
3
TRIS
“Menurutku kalian semua bodoh.” Tanganku menekuk di pangkuan
seperti tangan anak yang sedang tidur. Tubuhku terasa berat akibat pengaruh
serum kejujuran. Keringat berkumpul di kelopak mataku. “Kalian seharusnya
berterima kasih, bukan menanyaiku.”
“Kami harus berterima kasih karena kau menentang perintah
pemimpin faksimu? Berterima kasih karena berusaha mencegah salah satu pemimpin
faksimu membunuh Jeanine Matthews? Tindakanmu mirip pemberontak,” Evelyn
Johnson meludahkan kata itu bagaikan ular. Kami berada di ruang rapat markas
Erudite, tempat sidang dilangsungkan. Setidaknya, sudah satu minggu aku jadi
tawanan.
Aku melihat Tobias yang setengah tersembunyi di kegelapan di
belakang ibunya. Ia menghindari menatapku sejak aku duduk di kursi ini dan tali
plastik yang mengikat pergelangan tanganku diputuskan. Sesaat matanya
menatapku, dan aku tahu sekaranglah saatnya berdusta.
Berbohong terasa lebih mudah karena aku tahu aku sanggup
melakukannya. Semudah mengenyahkan serum kejujuran yang membebani benakku.
“Aku bukan pengkhianat,” kataku. “Waktu itu, aku percaya
Marcus menuruti komando Dauntless-factionless.
Karena tidak dapat ikut bertempur sebagai prajurit, dengan senang hati aku
membantu melalui cara lain.”
“Mengapa kau tak dapat jadi prajurit?” Sinar lampu berbinar
di balik rambut Evelyn. Aku tak dapat melihat wajahnya. Aku juga tak mampu
memusatkan perhatian pada satu hal lebih dari satu detik karena serum kejujuran
terus mengancam kewarasanku yang tersisa.
No comments:
Post a Comment