Penulis: James Dashner
29
THOMAS terus berlari hingga akhirnya suara itu lambat laun
menghilang.
Anak laki-laki itu terkejut saat menyadari bahwa dia telah
berlari selama hampir satu jam—bayang-bayang dari tembok-tembok memanjang ke
arah timur, dan tak lama lagi matahari akan terbenam menyambut malam dan
Pintu-Pintu akan menutup. Dia harus kembali. Satu hal yang juga disadarinya
kini adalah bahwa dia bisa menebak arah dan waktu tanpa berpikir. Bahwa
ternyata instingnya kuat.
Dia harus kembali.
Akan tetapi, dia tidak tahu apakah dia sanggup bertemu
dengan anak perempuan itu lagi. Suara di dalam kepalanya. Hal-hal aneh yang
dikatakannya.
Thomas tak punya pilihan. Menghindari kebenaran tidak akan
menyelesaikan masalah. Dan, invasi terhadap pikirannya yang mengganggu dan aneh
itu mampu membuatnya lupa dengan saat pertemuannya dengan para Griever.
Ketika Thomas berlari kembali ke Glade, dia menjadi lebih
mengenal dirinya sendiri. Tanpa bermaksud ataupun menyadarinya, dia telah
melukiskan dalam benaknya rute yang benar melewati Maze saat tadi melarikan diri dari suara itu. Tak sekali pun dia
bimbang dengan jalan pulang, berbelok ke kiri dan kanan, serta berlari di
sepanjang lorong-lorong jalan yang berkenalikan dengan saat dia datang. Anak
laki-laki itu tahu arti semua ini.
Minho benar. Tak lama lagi, Thomas akan menjadi Pelari
terbaik.
Hal kedua yang ditemukannya mengenai dirinya, seolah berada
semalam di dalam Maze belum cukup
sebagai bukti, bahwa kondisi tubuhnya prima. Baru kemarin dia berada di ambang
kekuatannya dan sakit di sekujur tubuhnya. Dia telah pulih sepenuhnya, dan kini
berlari nyaris tanpa usaha berarti meskipun selama hampir dua jam. Tidak
membutuhkan seorang genius untuk menghitung bahwa kombinasi kecepatan dan
waktunya menunjukkan dia telah berlari hampir separuh maraton saat kembali ke
Glade.
Ukuran raksasa Maze
ini belum pernah mengguncangnya seperti kali ini. Bermil-mil nyaris tanpa
akhir. Dengan tembok-tembok yang bergerak, setiap malam, dia akhirnya tersadar
mengapa Maze begitu sulit dipecahkan.
Sebelumnya, dia meragukannya, bertanya-tanya mengapa para Pelari tidak ada yang
berhasil.
Dia terus berlari, kiri dan kanan, lurus, terus dan terus.
Ketika dia melewati batas menuju Glade, Pintu-Pintu hanya tinggal beberapa
menit menjelang tertutup untuk malam itu. Kelelahan, dia terus menuju
Tempat-orang-mati, masuk ke hutan hingga tiba di tempat pepohonan yang lebat di
sudut barat daya. Dia hanya ingin menyendiri.
Ketika akhirnya dia mendengar suara-suara percakapan Glader
di kejauhan, dan juga suara domba dan babi yang samar-samar, dia mendapatkan
yang dicari; dia menemukan sudut pertemuan dua tembok raksasa dan menjatuhkan
dirinya untuk beristirahat. Tak seorang pun mendatanginya, tak ada yang
mengganggunya. Tembok selatan bergeser dengan cepat, tertutup untuk malam itu; dia
mendengarkan hingga pintu itu berhenti. Beberapa menit selanjutnya, dia telah
bersandar kembali dengan nyaman di rumpun tanaman ivy, dan jatuh tertidur.
Keesokan paginya, seseorang mengguncang tubuhnya dengan
lembut.
“Thomas, bangun.” Itu Chuck—anak itu sepertinya sanggup
menemukannya di mana saja.
Mengerang, Thomas menggeliat, meregangkan punggung dan
merentangkan tangannya. Beberapa helai selimut telah menutupi tubuhnya
sepanjang malam—rupanya ada orang yang bertindak seperti seorang ibu di Glade.
“Pukul berapa sekarang?” tanya anak itu.
“Kau hampir terlambat untuk sarapan.” Chuck menarik
lengannya. “Ayo, bangun. Sebaiknya, kau mulai bersikap wajar, jika tidak,
semuanya akan bertambah buruk.”
Kejadian-kejadian sehari sebelumnya segera membanjiri benak
Thomas, dan lambungnya seolah jungkir balik. Apa yang akan mereka lakukan kepadaku? Batinnya. Semua yang dikatakan gadis itu. Sesuatu
tentang aku dan dia melakukan hal ini untuk mereka. Untuk kami. Apa artinya
itu?
Kemudian, Thomas tersentak oleh pemikiran bahwa dia mungkin
saja telah menjadi gila. Barangkali tekanan dari Maze telah membuatnya sinting. Di sini lain, hanya dia yang telah mendengar suara itu di
dalam kepalanya. Tak ada yang tahu tentang hal-hal yang aneh yang dikatakan
Teresa, atau yang dituduhkannya. Mereka bahkan tidak tahu bahwa gadis itu
menyebutkan namanya. Ya, tak seorang pun tahu kecuali Newt.
Dan, dia akan terus menjaganya. Semuanya telah cukup
buruk—dia tak akan memperparahnya dengan memberi tahu semua orang tentang suara-suara
di dalam kepalanya. Satu-satunya masalah adalah Newt. Entah bagaimana caranya
Thomas harus meyakinkannya bahwa tekanan terlampau membebaninya dan tidur
nyenyak semalam sudah membuatnya lebih baik. Aku tidak gila, kata Thomas kepada dirinya sendiri. Itu sudah
pasti.
Chuck memandangnya dengan alis terangkat.
“Maaf,” kata Thomas seraya berdiri, mencoba bersikap sebiasa
mungkin. “Hanya berpikir. Ayo makan. Aku kelaparan.”
“Bagus,” kata Chuck, menepuk punggung Thomas.
Mereka berjalan menuju Wisma, Chuck mengoceh sepanjang
waktu. Thomas tidak mengeluh—itu adalah hal yang paling mendekati normal dalam
kehidupannya.
“Newt menemukanmu tadi malam dan memberi tahu semua orang
untuk membiarkanmu tidur. Dan, dia memberi tahu kami tentang keputusan Dewan mengenaimu—satu
hari di dalam sel, kemudian kau akan memasuki program pelatihan Pelari.
Beberapa anak menggerutu, yang lain bersorak, sebagian besar tidak peduli.
Bagiku, itu luar biasa.” Chuck berhenti untuk menarik napas, kemudian
meneruskan. “Pada malam pertama, ketika kau memohon menjadi seorang Pelari dan
segala macam—sial, aku benar-benar menertawakanmu dalam hati. Kubilang kepada
diriku sendiri, anak baru ini datang dengan permintaan yang tak masuk akal. Ya,
kau membuktikan bahwa aku salah, eh?”
Akan tetapi, Thomas sedang tak ingin membicarakannya. “Aku
hanya melakukan yang akan semua orang lakukan. Bukan salahku jika Minho dan
Newt menginginkanku menjadi Pelari.”
“Ya, yang benar saja. Tidak usah merendah.”
Menjadi seorang Pelari adalah hal terakhir yang ada dalam
pikiran Thomas. Yang kini selalu dipikirkannya adalah Teresa, suara di
kepalanya, dan apa yang dikatakan gadis
itu. “Aku tanya merasa agak bersemangat.” Thomas berpura-pura menyeringai
meskipun menciut membayangkan menghabiskan waktu di Tahanan seorang diri
sepanjang hari sebelum memulainya.
“Kita akan lihat bagaimana perasaanmu setelah mengeluarkan
semua kemampuanmu. Omong-omong, kau perlu tahu bahwa Chucky sangat bangga
kepadamu.”
Thomas tersenyum melihat antusiasme temannya itu.
“Seandainya kau ibuku,” gumam Thomas, “hidupku akan sangat menyenangkan.” Ibuku, batinnya. Dunia seakan berangsur
gelap selama sesaat—dia bahkan tidak bisa mengingat ibunya sendiri. Dia
mengusir pikiran itu sebelum memengaruhinya.
Mereka tiba di dapur dan bergegas mengambil sarapan, lalu
duduk di dua kursi kosong di dekat meja besar di dalam. Para Glader yang
keluar-masuk melalui pintu memandang Thomas beberapa mendatanginya dan
menyampaikan selamat. Yang lain melempar pandangan gusar, sebagian besar anak
sepertinya berada di pihak Thomas. Kemudian dia teringat Gally.
“Hai, Chuck,” dia bertanya setelah menggigit telur, berusaha
terdengar biasa. “Kalian sudah menemukan Gally?”
“Belum. Aku baru saja akan memberitahumu—seseorang berkata
telah melihatnya berlari masuk ke Maze setelah
dia meninggalkan Pertemuan. Tak pernah kelihatan lagi sejak itu.”
Thomas mejatuhkan garpunya, tak tahu perasaan apa yang
diharapkan atau diinginkannya. Di sisi lain, kabar itu mengejutkannya. “Apa?
Kau serius? Dia masuk ke Maze?”
“Ya. Semua orang tahu dia sinting—beberapa anak bahkan
menuduhmu membunuhnya saat kau berlari keluar sana kemarin.”
“Aku tak percaya ....” Thomas menatap piring makannya,
mencoba memahami mengapa Gally melakukan hal itu.
“Jangan khawatir soal itu, Sobat. Tak ada yang menyukainya
kecuali kroni-kroni barunya. Merekalah yang menuduhmu soal itu.”
Thomas tak percaya Chuck membicarakan hal itu dengan santai.
“Kau tahu, anak itu mungkin sudah mati. Kau membicarakannya seolah dia pergi
berlibur.”
Chuck tampak berpikir. “Kurasa dia tidak mati.”
“Eh? Lalu, di manakah dia? Bukankah hanya Minho dan aku yang
berhasil bertahan hidup di sana selama semalam?”
“Itulah maksudku. Kurasa teman-temannya menyembunyikan dia
di sebuah tempat di Glade. Gally itu anak bodoh, tapi dia tak mungkin sebodoh
itu untuk berada di dalam Maze
sepanjang malam. Seperti kau.”
Thomas menggelengkan kepala. “Mungkin justru itulah sebabnya dia bertahan di luar sana. Ingin membuktikan
dia dapat melakukan apa pun yang dapat kuperbuat. Anak itu membenciku.” Diam
sejenak. “Membenciku.”
“Ya, terserahlah.” Chuck mengangkat bahu seolah mereka
sedang berdebat tentang menu sarapan. “Jika dia mati, kalian mungkin akan
menemukannya dengan cepat. Jika tidak, dia akan merasa kelaparan dan muncul
untuk makan. Aku tak peduli.”
Thomas mengangkat piringnya dan membawanya ke meja. “Yang
kuinginkan hanyalah satu hari yang normal—satu hari untuk santai.”
“Permintaan dikabulkan,” kata sebuah suara dari pintu dapur
belakangnya.
Thomas berbalik dan melihat Newt, tersenyum. Cengiran itu
membuat perasaan Thomas menjadi tenang, seolah dia melihat dunia kembali
seperti biasa.
“Ayo, Anak Tahanan,” ujar Newt. “Kau bisa bersantai di dalam
Tahanan. Ayo ke sana. Chucky akan membawakan makan siangmu nanti.”
Thomas mengangguk dan menuju pintu, Newt berjalan di
depannya. Tiba-tiba sehari di dalam Tahanan terdengar sempurna. Sehari hanya
untuk duduk dan bersantai.
Meskipun demikian, perasaannya berkata bahwa lebih besar kemungkinan
Gally membawakannya seikat bunga daripada melewatkan sehari di dalam Glade
tanpa ada kejadian aneh.[]
No comments:
Post a Comment