Insurgent (Divergent #2) (63)

Penulis: Suzanne Collins

32

Saat terbangun, kepalaku sakit. Aku mencoba untuk tidur lagi—setidaknya aku tenang saat tidur—tapi bayangan Caleb yang berdiri di pintu menerjang benakku berulang-ulang, diiringi dengan kaokan gagak.

Mengapa aku tak pernah bertanya-tanya dari mana Eric dan Jeanine tahu hasil tes kecakapanku adalah tiga faksi?

Mengapa tak pernah terlintas di benakku bahwa hanya ada tiga orang di dunia ini yang mengetahui itu: Tori, Caleb, dan Tobias?

Jantungku berdetak. Aku tak bisa memahaminya. Aku tak mengerti mengapa Caleb tega mengkhianatiku. Aku bertanya-tanya kapan itu terjadi—setelah simulasi penyerangan? Setelah kabur dari markas Amity? Atau lebih cepat dari itu—apakah saat ayahku masih hidup? Caleb bilang ia meninggalkan faksi Erudite setelah mengetahui rencana mereka—apakah ia berbohong?

Pasti begitu. Aku menekankan tanganku ke dahi. Kakakku lebih memilih faksi daripada ikatan darah. Pasti ada alasannya. Pasti Jeanine mengancamnya. Atau, memaksanya dengan suatu cara.

Pintu terbuka. Aku tidak mengangkat kepala atau membuka mata.

“Kaku.” Peter. Jelas.

“Ya.” Saat aku membiarkan tanganku turun dari wajahku, sejumput rambut ikut terjuntai. Aku memandang rambut itu dari sudut mataku. Rambutku tak pernah selengket ini.

Peter meletakkan sebotol air di samping tempat tidur, lalu roti lapis. Memikirkan makan membuatku mual.

“Otakmu lumpuh?” tanyanya.

“Sepertinya tidak.”

“Jangan sok yakin.”

“Ha-ha,” kataku. “Berapa lama aku tidur?”

“Sekitar sehari. Aku disuruh mengawalmu ke kamar mandi.”

“Kalau kau berkomentar betapa aku butuh mandi,” kataku lelah, “bakal kucolok matamu.”

Ruangan berputar saat aku mengangkat kepala, tapi aku berhasil menggeser kakiku ke tepi tempat tidur dan berdiri. Aku dan Peter mulai berjalan menyusuri koridor. Namun, saat kami berbelok menuju kamar mandi, ada orang-orang di ujung koridor itu.

Salah satunya Tobias. Aku bisa melihat kapan kami akan berpapasan, di antara tempatku berdiri sekarang dan pintu selku. Aku menatap, bukan ke arah Tobias melainkan ke tempat Tobias akan meraih tanganku, seperti yang dilakukannya saat kami berpapasan. Kulitku merinding karena berdebar. Walau hanya sesaat, aku bisa menyentuhnya lagi.

Enam langkah sebelum berpapasan. Lima langkah.

Namun pada langkah keempat, Tobias berhenti. Seluruh tubuhnya limbung dan menyebabkan Dauntless pembelot yang mengawalnya lengah. Pegangan pengawal itu sekejap mengendur, dan langsung Tobias meringkuk di lantai.

Lalu ia berputar. Menerjang. Dan, merenggut pistol dari sarung pistol Dauntless pembelot yang pendek.

Senjata itu menyalak. Peter menukik ke kanan sambil menyeretku. Kepalaku terseret di dinding. Mulut Dauntless penjaga itu terbuka—pasti ia berteriak. Namun, aku tak mendengar suaranya.

Tobias menendang perut penjaga itu keras-keras. Dauntless dalam diriku mengagumi sikap tubuhnya yang sempurna dan kecepatannya yang luar biasa. Lalu, Tobias berbalik dan mengacungkan pistol itu ke arah Peter. Namun, Peter sudah melepaskanku.

Tobias meraih lengan kiriku, membantuku berdiri, kemudian mulai berlari. Aku terhuyung-huyung mengikutinya. Setiap kali kakiku menjejak lantai, rasa sakit seolah membelah kepalaku, tapi aku tak bisa berhenti. Aku mengerjap untuk menyingkirkan air mata. Lari, perintahku kepada diri sendiri, seolah-olah itu akan membuatnya lebih mudah. Tangan Tobias kasar dan kuat. Aku membiarkan tangannya menuntunku berbelok.

“Tobias,” kataku sambil tersengal.

Ia berhenti dan memandangku. “Oh, tidak,” katanya sambil membelai pipiku dengan jarinya. “Ayo. Naik ke punggungku.”

Tobias membungkuk dan aku memeluk lehernya serta menyurukkan wajaku ke antara tualng belikatnya. Ia mengangkatku tanpa kesulitan dan memegangi kakiku dengan tangan kirinya. Tangan kanannya masih memegang pistol.

Tobias berlari. Walaupun ditambah bobot tubuhku, larinya tetap kencang. Aku berpikir, Bagaimana mungkin ia menjadi seorang Abnegation? Tobias tampaknya dirancang khusus dengan kecepatan dan ketepatan yang mematikan. Tpi tidak dengan kekuatan—ia pintar, tapi tidak kuat. Hanya cukup kuat untuk menggendongku.

Sekarang, koridor-koridor itu kosong, tapi tidak akan lama. Sebentar lagi di setiap Dauntless di gedung ini akan mengejar kami dari berbagai penjuru, dan kami akan terperangkap di labirin pucat ini. Aku bertanya-tanya bagaimana cara Tobias melewati mereka.

Aku mengangkat kepalaku cukup lama untuk melihat Tobias melewati pintu keluar.

“Tobias, kau melewatinya.”

“Melewati ... apa?” tanyanya di sela-sela napasnya.

“Pintu keluar.”

“Bukan mau kabur, Kita bakal ditembak kalau kabur,” katanya. “Mencoba ... mencari sesuatu.”

Aku bakal menyangka sedang bermimpi andaikan rasa sakit di kepalaku tidak begitu parah. Bisanya, hanya mimpiku yang tidak masuk akal. Kalau Tobias tidak mau kabur, kenapa ia membawaku bersamanya? Apa yang dilakukannya, kalau bukan kabur?

Tiba-tiba Tobias berhenti, hampir menjatuhkanku, saat tiba di koridor besar dengan panel-panel kaca di berbagai sisinya, memperlihatkan kantor-kantor. Para Erudite duduk diam di meja mereka, menatap kami. Tobias tidak memperhatikan mereka. Matanya, sejauh yang bisa kulihat, terus menatap pintu di ujung koridor itu. Tanda di luar pintu berbunyi KONTROL-A.

Tobias mencari-cari setiap sudut ruangan, lalu menembak kamera yang terpasang di langit-langit di kanan kami. Kamera itu jatuh. Ia menembak kamera yang terpasang di langit-langit sebelah kiri kami. Lensanya pecah.

“Saatnya turun,” katanya. “Tak perlu lari lagi, janji.”

Aku turun dari punggungnya dan meraih tangannya. Tobias berjalan ke arah pintu tertutup yang sudah kami lewati dan masuk ke lemari barang. Ia menutup pintu dan mengganjalkan kursi ke bawah pegangan pintunya. Aku menghadap Tobias, dengan rak berisi tumpukan keratas di punggungku. Di atas kami, lampu biru berkedip. Mata Tobias menjelajahi wajahku.

“Waktunya singkat, jadi aku langsung saja,” katanya.

Aku mengangguk.

“Aku ke sini bukan karena ingin bunuh diri,” Tobias menjelaskan. “Aku ke sini karena dua alasan. Pertama adalh mencari dua ruang kendali pusat Erudite sehingga saat kita menyerang, kita tahu apa yang harus dihancurkan duluan agar semua data simulasinya hancur sehingga Jeanine tak bisa mengaktifkan pemancar Dauntless.”

Itu menjelaskan lari tanpa melarikan diri. Dan, kami sudah menemukan ruang kendalinya, di ujung koridor.

Aku menatap Tobias, masih bingung akibat beberapa menit yang baru lewat.

Kedua,” katanya sambil berdeham, “adalah untuk memastikan kau bertahan karena kita punya rencana.”

“Rencana apa?”

“Menurut mata-mata kita, eksekusimu sudah dijadwalkan akan dilakukan dua minggu dari hari ini,” katanya. “Setidaknya, itulah tanggal yang Jeanine tetapkan untuk simulasi anti-Divergent yang baru. Jadi, empat belas hari dari sekarang, para factionless, Dauntless loyal, dan Abnegation yang ingin bertempur akan menyerang kompleks Erudite dan menaklukkan senjata terhebat mereka—sistem komputer mereka. Itu artinya kita bisa mengalahkan banyaknya Dauntless pembelot, dan juga Erudite.”

“Tapi, kau memberi tahu Jeanine di mana rumah aman para factionless.”



No comments:

Post a Comment