Insurgent (Divergent #2) (45)

Penulis: Suzanne Collins

Aku merunduk agar muat di celah di antara bagian bawah jembatan dan penopang di bawahku. Aku belum merayap terlalu jauh saat terpaksa berhenti. Kakiku di salah satu penopang dan lengan kiriku di penopang yang lain. Dan, aku harus tetap seperti itu untuk waktu yang lama.

Tobias menyelinap di sepanjang salah satu penopang dan meletakkan kakinya di bawahku. Kakinya cukup panjang sehingga bisa menjulur di bawah tubuhku menuju penopang kedua. Aku mengembuskan napas dan tersenyum kepadanya sebagai tanda terima kasih. Sejak meninggalkan Merciless mart, baru kali ini kami saling berinteraksi.

Tobias balas tersenyum, tapi dengan muram.

Kami menghabiskan waktu dalam keheningan. Aku bernapas melalui mulut dan berusaha mengendalikan kaki dan lenganku yang gemetar. Shauna dan Lynn tampaknya berkomunikasi tanpa berbicara. Mereka berdua saling menunjukkan ekspresi yang tak kupahami, lalu mengangguk dan tersenyum setelah saling mengerti. Aku tak pernah memikirkan seperti apa rasanya memiliki saudara perempuan. Apakah aku dan Caleb akan lebih dekat kalau kakakku itu perempuan?

Kota ini begitu tenang pada pagi hari sehingga langkah-langkah kaki yang mendekati jembatan terdengar bergema. Suaranya datang dari belakangku, berarti yang tiba itu pastilah Jack dan pengawal Dauntlessnya, bukan Erudite. Si Dauntless tahu kami ada di sini walaupun Jack Kang sendiri tidak. Jika menatap ke bawah selama lebih dari beberapa detik, ia mungkin dapat melihat kami di balik jaring-jaring logam di bawah kakinya. Aku berusaha bernapas sepelan mungkin.

Tobias melihat jam tangannya, lalu menyodorkan lengannya ke arahku untuk menunjukkan jam berapa sekarang. Pukul tujuh tepat.

Aku mendongak dan mengintip melalui jaring-jaring baja di atasku. Kaki-kaki lewat di atas kepalaku. Lalu, aku mendengarnya.

“Halo, Jack,” sapa pria itu.

Itu Max, yang menunjuk Eric sebagai pemimpin Dauntless atas permintaan Jeanine. Orang yang juga menerapkan kebijakan kekejaman dan kebrutalan pada masa inisiasi Dauntless. Aku tak pernah berbicara langsung dengannya, tapi suaranya membuatku bergidik.

“Max,” sambut Jack. “Di mana Jeanine? Kupikir setidaknya ia masih punya sopan santun untuk datang sendiri.”

“Aku dan Jeanine berbagi tanggung jawab berdasarkan kekuatan kami,” jawab Max. “Itu artinya akulah yang mengambil semua keputusan di bidang militer. Aku yakin itu meliputi apa yang kita lakukan hari ini.”

Aku mengerutkan kening. Aku jarang mendengar Max bicara, tapi ada sesuatu dari pilihan kata-katanya, juga irama serta suaranya ... yang aneh.

“Baiklah,” sahut Jack. “Aku datang untuk—”

“Aku harus memberitahumu bahwa tak akan ada yang namanya negosiasi,” potong Max. “Untuk melakukan negosiasi, kedudukan kita harus seimbang. Nah, sayangnya kedudukanmu tidak, Jack.”

“Apa maksudmu?”

“Maksudku kalian itu hanyalah faksi yang bisa dibuang. Faksi Candor tidak memberikan perlindungan, makanan, atau inovasi teknologi. Karena itu, bagi kami kalian dapat melakukan sesuatu yang berarti untuk meraih hari para tamu Dauntlessmu,” lanjut Max. “Itu menyebabkan kalian benar-benar rapuh dan sungguh-sungguh tak berguna. Maka, aku menyarankan agar kau melakukan apa yang kukatakan.”

“Dasar bajingan,” maki Jack melalui gigi terkatup. “Berani-beraninya—”

“Jangan lekas tersinggung begitu,” potong Max lagi.

Aku menggigit bibirku. Aku seharusnya memercayai firasatku, dan firasatku mengatakan ada yang salah. Soerang pria Dauntless yang terhormat tak akan menggunakan kata “tersinggung”. Ia juga tak akan bersikap tenang saat dihina. Cara Max berbicara seperti orang lain. Ia berbicara seperti Jeanine.

Bulu kudukku berdiri. Ini masuk akal. Jeanine tak akan memercayai siapa pun, terutama Dauntless yang berangasan, untuk bicara atas nama dirinya. Solusi terbaik untuk masalah itu adalah memberikan earpiece kepada Max. Dan, sinyal dari sebuah erapiece hanya memancar hingga sejauh 400 meter.

Aku menatap mata Tobias, dan pelan-pelan menggerakkan tanganku untuk menunjuk telingaku. Lalu, aku menunjuk ke atas, kira-kira ke tempat Max berdiri.

Tobias mengerutkan kening sejenak, lalu mengangguk. Namun, aku tak yakin ia memahami maksudku.

“Aku punya tiga syarat,” kata Max. “Pertama, kembalikan pemimpin Dauntless yang saat ini kau tahan dengan baik-baik. Kedua, kau akan mengizinkan kompleksmu digeledah oleh prajurit kami sehingga kami bisa mengeluarkan para Divergent. Dan ketiga, kau akan memberitahukan nama orang-orang yang tidak terkena suntikan serum simulasi.”

“Kenapa?” tanya Jack kecut. “Apa yang kau cari? Kenapa kau memerlukan nama-nama itu? Apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?”

“Tujuan pencarian yang kami lakukan adalah untuk menemukan dan mengeluarkan Divergent dari sana. Dan soal nama-nama itu, itu bukan urusanmu.”

“Bukan urusanku!” Aku mendengar langkah kaki berdecit di atasku dan mendongak melalui jaring-jaring logam. Dari apa yang bisa kulihat, Jack mencengkeram kerah baju Max.

“Lepaskan aku,” kata Max. “Atau, aku akan memerintahkan pengawalku menembak.”

Aku mengernyit. Kalau Jeanine memang bicara melalui Max, ia pastilah bisa melihat pria itu sehingga tahu apa yang terjadi. Aku memajukan tubuh untuk memandang gedung-gedung di masing-masing sisi jembatan. Di sebelah kiriku, sungai berbelok, dan ada bangunan kaca pendek yang berdiri di tepinya. Jeanine pasti ada di sana.

Aku mulai bergerak turun, menuju struktur logam yang menopang jembatan, ke arah tangga yang menuju Wacker Drive. Tobias langsung mengikutiku. Shauna menepuk bahu Lynn. Tapi, Lynn sedang melakukan sesuatu.

Aku terlalu sibuk memikirkan Jeanine sehingga tidak melihat Lynn mengeluarkan pistolnya dan memanjat ke tepi jembatan. Shauna ternganga dan membelalak saat Lynn mengayunkan tubuhnya ke depan, meraih tepi jembatan, lalu mengangkat tangannya. Jarinya meremas pelatuk.

Max terkesiap, mencengkeram dadanya, lalu terhuyung ke belakang. Saat ia menjauhkan tangannya, tangannya itu gelap akibat darah.

Aku tak repot-repot memanjat lagi. Aku menjatuhkan diri ke lumpur, diikuti oleh Tobias, Lynn, dan Shauna. Kakiku terperosok ke dalam lumpur, dan mengeluarkan bunyi mengisap saat aku menariknya. Sepatuku terlepas, tapi aku terus berjalan hingga mencapai semen. Pistol menyalak dan peluru-peluru menikam lumpur di sampingku. Aku melemparkan tubuhku ke tembok di bawah jembatan sehingga mereka tak bisa membidikku.

Tobias merapatkan tubuhnya ke tembok di belakangku, begitu dekat sehingga dagunya berada di atas kepalaku dan aku bisa merasakan dadanya di bahuku. Melindungiku.

Aku bisa berlari kembali ke markas Candor dan aman untuk sementara waktu. Atau, aku bisa mencari Jeanine yang saat ini mungkin dalam keadaan sangat rapuh.

Namun, itu bukan pilihan.

“Ayo,” aku berseru. Aku berlari ke tangga dan yang lain mengikutiku. Di tingkat bahwa jembatan, para Dauntless kami menembak para Dauntless pembelot. Jack aman. Ia membungkuk. Seorang Dauntless merangkulnya. Aku berlari lebih kencang. Aku berlari menyeberangi jembatan tanpa memandang ke belakang. Aku bisa mendengar langkah-langkah Tobias. Ia satu-satunya orang yang mampu mengejarku.



No comments:

Post a Comment