Insurgent (Divergent #2) (38)

Penulis: Suzanne Collins

“Kenapa?” Mukanya memerah. “Memberitahukan seluruh rencanamu pada satu orang itu tindakan yang tolol. Jelas lebih cerdas jika kau hanya memberikan potongan kecil dari rencanamu pada setiap orang yang bekerja untukmu. Dengan begitu, jika seseorang mengkhianatimu, dampaknya tidak terlalu fatal.”

“Oh,” komentar Uriah.

Lynn mengambil garpunya dan mulai makan lagi.

“Kudengar para Candor membuat es krim,” kata Marlene sambil menoleh untuk memandang antrean. “Kau tahu, seperti ‘menyebalkan sekali kita diserang, tapi setidaknya ada pencuci mulut’,”

“Aku sudah merasa lebih baik,” sahut Lynn datar.

“Mungkin rasanya tidak seenak kue Dauntless,” lanjut Marlene dengan penuh sesal. Ia mendesah dan sehelai rambut cokelat menjuntai ke matanya.

“Kami punya kue yang enak,” aku memberi tahu Caleb.

“Kami punya minuman yang berdesis,” jawabnya.

“Ah, tapi kalian punya birai yang menghadap sungai bawah tanah?” tanya Marlene sambil memainkan alisnya. “Atau ruangan tempat kalian menghadapi semua mimpi buruk kalian sekaligus?”

“Tidak,” jawab Caleb, “dan sejujurnya, aku senang-senang saja dengan itu.”

Pe-na-kut,” Marlene bernyanyi.

Semua mimpi buruk kalian?” tanya Caleb, matanya berbinar. “Bagaimana cara kerjanya? Maksudku, apakah mimpi buruk itu dibuat computer atau otakmu?”

“Oh, Tuhan.” Lynn menurunkan kepalanya ke tangan. “Mulai deh.”

Marlene langsung menjelaskan tentan simulasi itu. Aku membiarkan suaranya serta suara Caleb melewatiku sambil menyantap roti lapis hingga habis. Lalu, walaupun mendengar dentangan arpu dan gemuruh ratusan percakapan di sekelilinku, aku menyandarkan kepalaku di meja dan tidur.[]

18

“Tenang, semuanya!”

Jack Kan mengangkat tangannya dan orang-orang diam. Itu bakat.

Aku berdiri di antara kerumunan Dauntless yan terlambat sehingga tidak kebagian tempat duduk. Aku melihat kilasan cahaya—kilat. Ini bukan saat yang bagus untuk rapat di ruangan dengan  dinding yang berlubang dan bukan berjendela, tapi ini ruangan terbesar yang mereka miliki.

“Aku tahu banyak di antara kalian yang bingung dan terguncang akibat kejadian kemarin,” ujar Jack. “Aku telah mendengar banyak laporan dari berbagai sudut pandang, dan sudah mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu diselidiki lebih lanjut.”

Aku menyelipkan rambut yang basah ke belakang telinga. Aku bangun sepuluh menit sebelum rapat dimulai, lalu mandi. Walaupun masih lelah, saat ini aku merasa lebih siaga.

“Menurutku yang perlu diselidiki lebih lanjut,” lanjut Jack, “adalah Divergent.”

Ia tampak lelah—di bawah matanya ada lingkaran gelap dan rambutnya yang pendek mencuat di sana-sini, seakan-akan ia menariknya sepanjang malam. Walaupun ruangan ini sangat panas dan gerah, ia mengenakan kemeja berlengan panjang dengan pergelangan tangan dikancingkan—ia pasti sibuk berpikir saat berpakaian pagi ini.

“Kepada para Divergent, silakan maju agar kami bisa mendengar pendapat kalian.”

Aku melirik Uriah. Sepertinya ini berbahaya. Jati diriku sebagai Diverent adalah sesuatu yang seharusnya kurahasiakan. Mengakuinya berarti mati. Namun sekarang, menyembunyikannya adalah tindakan yang sama sekali tak masuk akal—mereka sudah tahu tentang diriku.

Tobias-lah yang pertama kali bergerak. Ia berjalan di antara kerumunan, pada awalnya sambil beringsut dan menyela di antara orang-orang, lalu saat mereka menyisih untuk memberikan jalan, Tobias berjalan lurus kea rah Jack Kang dengan bahu tegak.

Aku juga bergerak sambil menggumamkan “permisi” kepada orang-orang di depanku. Mereka mundur seakan-akan aku bakal menyemprotkan racun kea rah mereka. Kemudian, sejumlah orang berpakaian hitam dan putih Candor juga maju, tapi tidak banyak. Salah satunya adalah anak perempuan yang kutolong.

Meskipun sekarang ini Tobias terkenal di antara para Dauntless, dan aku mendapatkan elar baru sebagai Gadis Yang Menikam Eric, yang menjadi pusat perhatian orang-orang bukanlah kami, melainkan Marcus.

“Kau, Marcus?” tanya Jack saat Marcus tiba di tengah ruangan dan berdiri di atas bagian timbangan yang rendah di lantai.

“Ya,” jawab Marcus. “Aku mengerti kalian khawatir—kalian semua khawatir. Hingga seminggu yang lalu kalian tak pernah mendengar tentang Divergent, tapi sekarang kalian semua tahu para Divergent ini kebal terhadap sesuatu, padahal kalian tidak, dan itu mengerikan. Tapi, aku jamin tak ada yang perlu dikhawatirkan, setidaknya sejauh ini.”

Marcus berbicara begitu sambil memirinkan kepala dan mengangkat alis penuh rasa simpati. Aku langsung mengerti mengapa orang-orang menyukainya. Ia membuat orang merasa jika sesuatu diletakkan di tangannya, maka ia akan membereskannya.

“Menurutku sudah jelas bahwa,” kata Jack, “mereka menyerang agar faksi Erudite dapat menemukan para Divergent. Apakah kau tahu alasannya?”

“Tidak, aku tak tahu,” jawab Marcus. “Mungkin mereka hanya ingin menemukan kami. Tampaknya itu informasi yang berguna, jika mereka berniat menggunakan simulasi mereka lagi.”

“Tujuan mereka bukan itu.” Kata-kata melewati bibirku sebelum aku memutuskan untuk mengucapkannya. Suaraku terdengar tinggi dan lemah dibandingkan suara Marcus dan Jack, tapi sudah terlambat untuk menghentikannya. “Mereka mau membunuh kami. Mereka sudah membantai kami sebelum ini semua terjadi.”

Alis Jack bertaut. Aku mendengar ratusan suara kecil. Tetes hujan yang mengenai atap. Ruangan itu menjadi elap, seolah muram akibat kata-kata yang kuucapkan.

“Itu terdengar seperti teori konspirasi,” sahut Jack. “Mengapa faksi Erudite harus membunuh kalian?”

Ibuku bilang orang-orang takut terhadap Divergent karena kami tak bisa dikendalikan. Itu mungkin benar. Namun, rasa takut terhadap sesuatu yang tak bisa dikendalikan bukanlah alasan yang cukup kuat untuk disampaikan kepada Jack Kang mengenai mengapa Erudite ingin kami mati. Jantungku berdetak kencang saat menyadari aku tak sanggup menjawab pertanyaannya.

“Aku …” aku tergagap. Namun, Tobias menyelaku.

“Kami tidak tahu,” katanya, “tapi selama enam tahun terakhir, tercatat ada hampir selusin kematian misterius di antara para Dauntless, dan mereka itu punya korelasi dengan hasil tes kecakapan atau hasil simulasi inisiasi yang aneh.”

Kilat menyambar, menerangi ruangan. Jack menggeleng. “Walaupun itu menggugah rasa penasaran, korelasi bukanlah bukti nyata.”

“Pemimpin Dauntless menembak kepala seorang anak Candor,” bentakku. “Apakah kau sudah mendapat laporan tentang itu? Apakah itu tampak ‘layak diselidiki’?”

“Sebenarnya aku memang mendapatkan laporannya,” sahut Jack Kang. “Dan, penembakan seorang anak yang dilakukan dengan darah dingin adalah kejahatan mengerikan yang tak mungkin tidak dihukum. Untungnya kami menahan si Pelaku dan akan menyidangkannya. Walaupun begitu, kita harus ingat para prajurit Dauntless tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka ingin menyakiti sebagian besar dari kita. Kalau iya, mereka pasti sudah membunuh kita saat kita pingsan.”

Aku mendengar gumaman kesal di sekelilingku.

“Menurut pendapatku, penyerbuan damai mereka itu berarti ada kemungkinan untuk menegosiasikan kesepakatan damai dengan Erudite dan Dauntless lain,” lanjutnya. “Jadi, aku akan mengatur pertemuan dengan Jeanine Matthews untuk membahas kemungkinan itu secepat mungkin.”



No comments:

Post a Comment